REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR, Saleh Partaonan Daulay, mengapresiasi rencana pemerintah mempersiapkan peluncuran program Bantuan Subsidi Upah (BSU). Namun, ia mengimbau agar data penerima BSU 2021 diperbaiki.
Sebab, menurutnya, tidak semua data penerima BSU yang diberikan oleh BPJS Ketenagakerjaan akurat. Ia mengutip pernyataan menaker yang mengatakan bahwa ada banyak duplikasi data, rekening tidak valid, rekening sudah tutup, dan ada juga rekening yang tidak sesuai dengan NIK.
Akibatnya Rp 1,89 Triliun yang tidak terserap dikembalikan ke negara. "Anggaran sebesar Rp 1,89 Triliun itu sangat banyak. Pasti banyak kelompok pekerja yang tidak jadi menerima. Padahal, mereka sudah masuk kriteria penerima yang gajinya di bawah 5 juta," kata Saleh saat dikonfirmasi, Senin (26/7).
Anggaran yang disediakan untuk program itu sebanyak 29,85 Triliun. Per 14 Desember 2020, realisasi BSU hanya mencapai 27,96 Triliun (93,94 persen) dari anggaran yang disediakan.
Saleh juga menyarankan agar target sasaran penerima BSU diperluas. Selain pekerja yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan yang memenuhi kriteria yang ditetapkan, pemerintah semestinya juga memikirkan para pekerja sektor informal.
Menurutnya, pekerja informal juga sangat merasakan dampak dari kebijakan PPKM. "Sektor informal ini banyak. Buruh bangunan, pedagang sayur, pedagang asongan, juru parkir, penjahit, buruh cuci, sopir angkot, nelayan, petani, dan lain-lain. Mereka dipastikan juga merasakan dampak dari pemberlakuan PPKM. Sayangnya, mereka ini tidak terdata dengan baik. Nah, mestinya mereka ini yang juga mendapat bantuan dan perhatian," ujarnya.
Ia memahami bahwa tidak mudah untuk mendata pekerja informal ini. Namun, menurutnya hal itu menjadi bagian dari tanggung jawab Kemenaker.
Jika mereka dilupakan, ia khawatir akan ada nuansa ketidakadilan dalam pemberian bantuan sosial seperti ini. Padahal, mereka adalah warga negara yang dilindungi oleh konstitusi.
Selain itu, iaa juga mengimbau agar pekerja yang berstatus TKS (tenaga kerja sukarela) di daerah-daerah yang penggajiannya jauh di bawah UMK juga menjadi sasaran program ini. Mereka ini diangkat untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di banyak kabupaten/kota. Masalahnya, APBD yang tersedia tidak mampu untuk menggaji mereka secara proporsional.
"Sama seperti guru honorer, mereka ini juga semestinya menjadi target sasaran. Kebanyakan di antara mereka ini justru bekerja di bidang kesehatan sebagai perawat dan bidan. Di tengah pandemi seperti ini, tenaga mereka pasti sangat dibutuhkan," ungkapnya.
Ia juga menyoroti penyaluran BSU tahun 2020 yang terkendala oleh waktu. Ketika itu, kemenaker dan BPJS Ketenagakerjaan dibatasi oleh waktu yang sangat mepet. Akibatnya, perbaikan data penerima tidak bisa dilaksanakan sesuai dengan harapan.
"Tahun ini, sebaiknya BSU disalurkan lebih cepat. Semakin cepat disalurkan, maka akan semakin baik. Apalagi, BSU tersebut dapat meningkatkan daya beli masyarakat yang dapat menggerakkan roda perekonomian di lapisan terbawah," tutur ketua Fraksi PAN DPR RI itu.