REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Tukang becak yang merupakan warga RT 03, Kelurahan Patehan, Kecamatan Keraton, Kota Yogyakarta yang meninggal akibat Covid-19 sempat tertahan selama tiga hari di RSUD Kota Yogyakarta. Tukang becak ini tertahan dikarenakan keluarga yang tidak mampu membayar biaya penguburan atau bedah bumi.
Kelurahan setempat sempat mengirim surat ke dinas sosial agar biaya bedah bumi dapat ditanggung oleh pemerintah. Namun, dikarenakan tukang becak tersebut memiliki KTP di Kelurahan Patehan, dinsos tidak dapat menanggung biaya bedah bumi, sebab tidak masuk dalam kategori orang terlantar.
"Kalau untuk bedah bumi penguburan Covid-19 di BPBD, Dinsos untuk orang terlantar," kata Kepala Dinas Sosial (Dinsos) DIY, Endang Patmintarsih kepada Republika melalui pesan singkatnya, Selasa (27/7).
Tukang becak tersebut meninggal pada 19 Juli 2021 lalu. Kepala Pelaksana BPBD Kota Yogyakarta, Nur Hidayat mengatakan, untuk biaya bedah bumi ini urusannya ada di masing-masing wilayah dan dinas sosial.
"Saya (BPBD) di pemakamannya, kita evakuasi dari rumah sakit sampai ke pemakaman setelah pemulasaraan di rumah sakit," kata Nur kepada melalui sambungan telepon.
Nur menjelaskan, di hari meninggalnya tukang becak tersebut, sudah ada informasi masuk ke BPBD Kota Yogyakarta. Namun, lahan pemakaman saat itu belum didapatkan oleh wilayah setempat maupun keluarga.
Sehingga, pihaknya pun menunggu informasi untuk mengevakuasi jenazah dari rumah sakit ke tempat pemakaman. Dikarenakan lahan pemakaman belum didapat, akhirnya pihaknya tidak dapat melakukan proses pemakaman dan menjadikan jenazah terlantar tiga hari di rumah sakit.
"Saya mau menguburkan dimana, itu bedah bumi (mencarikan lahan pemakaman) urusan masyarakat, urusan keluarga," ujarnya.
Nur menyebut, lahan khusus untuk pemakaman Covid-19 tidak ada di Kota Yogyakarta. Namun, pemakaman jenazah Covid-19 dapat dilakukan di seluruh pemakaman yang ada di tiap wilayah.
Sehingga, pencarian lahan pemakaman ini seharusnya dilakukan oleh warga setempat atau keluarga. Saat meninggal, tukang becak tersebut tidak tinggal bersama keluarganya.
Pihak kelurahan pun sempat mencari keluarganya hingga ke Kabupaten Bantul. Saat sudah ditemukan, ternyata keluarga tidak mampu membayar biaya bedah bumi.
"Lingkungan juga harus tanggap, biasanya kalau ada yang meninggal, pihak kampung bisa menanggung biaya dengan menggunakan kas RT/RW. Rumah sakit menunggu, kita juga belum dapat informasi apa-apa dimana mau dimakamkan," katanya menambahkan.
Dikarenakan keluarga tidak mampu, akhirnya Lurah Patehan menggunakan uang pribadinya agar pemakaman tukang becak tersebut dapat dilakukan secepatnya.
"Kita tidak menyalahkan satu sama lain dan alhamdulillah sudah ditangani dan sudah diambil Pak Lurah dan sudah dimakamkan. Intinya saling membantu satu sama lain, permasalahan warga tidak bisa diselesaikan sendiri, harus saling memahami satu sama lain, apalagi dalam keadaan darurat," jelas Nur.
Untuk mengantisipasi terjadinya kejadian yang serupa, Nur meminta agar penanganan jenazah Covid-19 dapat dilakukan sesuai prosedur. Diharapkan, tidak ada lagi jenazah yang terlantar.
"Dari sekitar seribu pemakaman jenazah Covid-19 yang sudah kita layani, baru satu itu yang bermasalah," katanya.
Seperti diketahui, berdasarkan data dari BPBD Kota Yogyakarta, peningkatan kematian Covid-19 pada Juli ini sangat signifikan. Setidaknya, sudah ada penambahan sekitar 400 kematian pasien Covid-19 selama PPKM darurat dan PPKM level 4.
Dari jumlah tersebut, sekitar 180 kematian Covid-19 merupakan pasien yang tengah menjalani isolasi mandiri (isoman) di rumah. Per harinya, rata-rata pelayanan pemakaman yang dilakukan BPBD Kota Yogyakarta mencapai 20-30 jenazah dengan protokol kesehatan Covid-19, baik itu yang meninggal saat isoman maupun di fasilitas pelayanan kesehatan.
"Dari Agustus (2020) sampai 2 Juli (2021) kami sudah melayani pemakaman sekitar 500-an. Dari tanggal 3 Juli sampai 22 Juli sudah 902, artinya meningkat sekitar 400. Jadi, selama PPKM saja, peningkatan kematian hampir mencapai jumlah kematian selama hampir satu tahun," kata Nur.
Sementara itu, Komandan TRC BPBD DIY, Wahyu Pristiawan Buntoro mengatakan, sudah tercatat lebih dari 400 pasien Covid-19 yang meninggal saat isoman di rumah hingga 25 Juli 2021.
"Dibandingkan Juni, kenaikannya jauh sekali. Juni kemarin (kematian saat isoman) kira-kira hanya setengahnya, kematian di Juli meningkatnya drastis," kata Pris.
Tidak hanya kematian saat isoman, kematian pasien Covid-19 yang tengah mendapatkan perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) pun juga terus menunjukkan penambahan yang signifikan di DIY. Pri menyebut, per harinya rata-rata pemakaman dengan protokol Covid-19 mencapai 105 jenazah.
"Rata-rata 105 ini termasuk yang meninggal saat isoman maupun meninggal di rumah sakit. Fluktuatif, pernah semalam ada 130 jenazah atau 134, tapi kalau rata-rata 102 atau 105 jenazah per hari," ujarnya.