REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Deputi Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas Aparatur dan Pengawasan KemenpanRB, Erwan Agus Purwanto mengatakan, pencairan dana anggaran penanganan Covid-19 dari APBD di setiap daerah masih sangat minim. Padahal, dana tersebut sangat membantu masyarakat yang terkena dampak ekonomi dan terpapar Covid.
"Ada kehati-hatian dan kekhawatiran berlebihan terhadap konsekuensi hukum jika terjadi kekeliruan membuat kebijakan penanganan covid lambat dan tidak optimal. Secara nasional baru 22 persen," kata Erwan dalam bincang-bincang yang digelar UGM, Kamis (29/7).
Ia menilai, respons lambat daerah lakukan pencairan dana penanganan Covid-19 karena kepala daerah terbiasa proses pencairan anggaran situasi normal dengan tahap perencanaan, pencairan, penggunaan dan laporan pertanggungjawaban secara detail.
Padahal, dalam situasi kegawat daruratan, kepala daerah bisa mengambil diskresi dan keputusan cepat meski tetap mengutamakan prinsip kehati-hatian. Oleh karena itu, ia menekankan, perlu percepatan penyerapan anggaran penanganan covid.
"Dalam situasi darurat, jika cara kerja kita masih mengandalkan situasi normal, maka akan sangat lambat," ujar Erwan.
Ia berpendapat, pengambilan keputusan cepat dalam situasi pandemi bisa dilakukan asal penggunaan anggaran dilakukan secara jelas dan transparan. Meski, birokrasi kita tidak lepas soal korupsi, penyalahgunaan wewenang dan lemahnya pengawasan.
Lalu, inefisiensi anggaran, akuntabilitas belum optimal dan profesionalisme SDM rendah, sehingga birokrasi sering dianggap lamban, boros anggaran dan korup. Ia menekankan, selama ini pemerintah melakukan upaya-upaya reformasi birokrasi.
"Pengawasan yang dilakukan kepada kerja birokrasi sudah banyak sekali dilakukan dengan adanya lembaga untuk mengawasi kerja birokrasi, namun cukup mengangetkan masih ada celah dan ruang adanya praktik korupsi," kata Erwan.