REPUBLIKA.CO.ID,GROBOGAN -- Data ketersediaan vaksin di daerah yang digunakan oleh Pemerintah Pusat dengan daerah sebagai acuan ternyata berbeda. Karena itu diperlukan integras data agar acuan Pemerintah Pusat dengan daerah menjadi lebih sinkron.
Sejumlah bupati/ wali kota yang ada di Jawa Tengah –sebelumnya-- mengaku daerahnya kehabisan stok vaksin Covid-19 guna mendorong percepatan dan cakupan vaksinasi Covid-19 di masyarakat.
Di sisi lain, data yang dimiliki Pemerintah Pusat --melalui aplikasi Smile-- menunjukkan daerah- daerah yang dimaksud masih memiliki stok vaksin Covid-19 yang cukup guna memperluas cakupan vaksinasi.
“Rupanya, data vaksin Covid-19 melalui aplikasi Smile tidak sesuai dengan kondisi yang ada di lapangan,” ungkap Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, di sela melakukan sidak pelaksanaan vaksinasi Covid-19 di Kabupaten Grobogan, Selasa (3/8).
Sebelumnya --orang nomor satu di Provinsi Jawa Tengah-- tersebut banyak mendapat laporan dari daerah perihal telah menipisnya ketersediaan vaksin Covid-19, salah satunya adalah Kabupaten Grobogan.
Terlebih lagi, Bupati Grobogan merupakan salah satu kepala daerah di Jawa Tengah yang ‘rajin’ meminta tambahan vaksin Covid-19, dikarenakan ketersediaan di daerahnya yang semakin menipis.
Sementara, mengacupada data Smile yang digunakan oleh Pemerintah Pusat, stok vaksin di Kabupaten Grobogan masih banyak. Sehingga permintaan Bupati Grobogan tersebut tidak dipenuhi.
“Karena itu, hari ini saya langsung ke lapangan guna memantau pelaksanaan vaksinasi Covid-19 yang ada di wilayah Kabupaten Grobogan ini,” lanjut Ganjar Pranowo.
Saat mengecek vaksinasi di Desa Wolo, Kecamatan Penawangan, Kabupaten Grobogan --bersama dengan Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Grobogan, Slamet Widodo-- gubernur menemukan penyebab persoalannya.
Rupanya setiap kegiatan acara vaksinasi di daerah tersebut, semua data diinput secara langsung melalui aplikasi Pcare. Setelah itu data baru diinput melalui aplikasi Smile yang menjadi acuan Pemerintah Pusat.
Mendengar penjelasan tersebut, gubernur pun menanyakan alasan mengapa Dinkes Kabupaten Grobogan tidak langsung menginput data tersebut langsung ke aplikasi Smile, yang digunakan oleh Pemerintah Pusat untuk memonitor perkembangan vaksinasi Covid-19.
Atas pertanyaan tersebut, Slamet Widodo menjelaskan bahwa inputing data ke aplikasi Smile membutuhkan waktu yang lama. Karena itu data di lapangan baru diinput ke aplikasi Smile setelah direkap dari aplikasi Pcare.
“Butuh waktu lama pak, makanya setiap pelaksanaan vaksinasi langsung diinput ke aplikasi Pcare terlebih dahulu, sebelum nantinya juga diinput melalui aplikasi Smile,” jelasnya kepada Ganjar.
Dari penjelasn tersebut, gubernur menyampaikan duduk persoalannya mulai terungkap. Ada ketidakcocokan antara data yang menjadi acuan Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Grobogan.
Makanya, Pemerintah pusat selalu melihat stok vaksin Covid-19 di kabupaten Grobogan masih banyak, yang disebabkan oleh proses inputing data melalui aplikasi Smile ternyata belum sempurna (lengkap).
Di satu sisi, mekanisme tersebut juga mengakibatkan data riil vaksinasi di daerah berbeda dengan data acuan yang dipegang oleh Pemerintah Pusat. Karena saat gubernur menyampaikan kepada Pemerintah Pusat, sempat dikomplain seluruh kabupaten, termasuk Bupati Grobogan.
“Lho kami sudah menyuntikkan banyak dan sudah habis, kok datanya seolah- olah kami masih nyimpan stok vaksin Covid-19,” jelas gubernur, mengutip beberapa komplain dari sejumlah kepala daerah.
Belajar dari temuan tersebut, masih jelas Ganjar, maka ada dua sistem yang perlu dikoreksi. Pertama Pcare, yakni aplikasi yang digunakan untuk menyimpan data setelah orang divaksin. Setiap yang datang, divaksin langsung diinput.
Menurutnya Pcare –sebenarnya-- adalah data real time di lapangan. Sementara data acuan yang digunakan oleh Pemerintah Pusat berasal dari aplikasi Smile.
Maka selama data yang sudah masuk ke dalam sistem aplikasi Pcare tersebut belum tuntas diinput ke dalam aplikasi Smile, maka yang dibaca Pemerintah Pusat, stok vaksin masih banyak,” tegas gubernur.
Guna mengantisipasi ketidaksesuaian data tersebut, ia pun mengusulkan agar ada integrasi data. Paling tidak Pemerintah Pusat juga harus melihat data vaksinasi real time yang ada pada aplikasi Pcare.
Maka persoalan tersebut akan dievaluasi bersama dengan dinkes dan akan disampaikan kepada Pemerintah Pusat. “Kebetulan pak Menkes tadi telpon, jadi sekaligus nanti akan kami sampaikan,” tegasnya.
Sehingga, masih kata Ganjar, ke depan tidak ada lagi ribut- ribut soal perbedaan data. Justru yang perlu mendapatkan perhatian saat ini adalah seberapa cepat warga telah divaksinasi Covid-19 tersebut.
“Jadi, biar energinya tidak dibuang- buang hanya untuk perdebatan yang tidak penting lagi, karena permasalahan seperti ini masih bisa kita peraiki kembali,” tandasnya.