REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unibersitas Airlangga (Unair) Surabaya, Purnawan Basundoro, mengingatkan pentingnya menjaga kelestarian cagar budaya sebagai peninggalan kebudayaan masa lalu. Ia menyebut, kebudayaan merupakan warisan penting bagi anak-cucu di masa depan.
"Jadi bukan warisan untuk mereka yang kita beri dalam keadaan rongsokan misalnya. Justru ini adalah milik mereka yang harus kita rawat, sehingga Kitab Isa menghindari hal-hal yang meleset dari pengelolaan kebudayaan tidak terstandar,” katanya, Kamis (5/8).
Purnawan menyayangkan ketika kemajuan zaman berdampak pada hilangnya peninggalan kebudayaan berupa cagar budaya. Ia mencontohkan cagar budaya bangunan lama. Masih banyak pihak yang merusak bangunan lama yang masuk kategori cagar budaya, demi keinginannya akan hal-hal baru. "Maka kemudian gedung tersebut (gedung cagar budaya) dihancurkan,” ujarnya.
Lokasi cagar budaya yang strategis karena terkadang berada di tengah kota, menjadi hal yang menyebabkan para investor menukarnya dengan bangunan baru. Menyesali hal itu, Purnawan menyebutkan, seharusnya bangunan cagar budaya dapat dijadikan penanda sejarah.
“Misalnya kita mengaku bahwa umur Kota Surabaya sudah 728 tahun, tapi kita tidak memiliki bukti karena semua bangunan tua sudah dirobohkan,” kata dia.
Ia berharap, semua pihak bisa lebih arif untuk mengelola kelestarian cagar budaya di tengah situasi yang terus berkembang dan aspek global yang menekan. Bahkan menurutnya, justru aspek kebudayaan tersebut bisa ditawarkan kepada masyarakat global untuk memperlihatkan kekayaan Indonesia dalam bentuk cagar budaya.
“Jadi justru ada namanya paradoks globalisasi. Di tengah globalisasi justru kan sekarang banyak negara menawarkan aspek-aspek kelokalan. Sehingga kita harus hati-hati, jangan sampai kemudian tawaran sesaat akan menghancurkan kekayaan yang bersifat lokal,” jelas Purnawan.
Dikatakan, terdapat dua sisi dari pembangunan yang berpotensi merusak cagar budaya. Karena di sisi lain, pembangunan tersebut memang dapat melayani kepentingan wisatawan global. “Tapi justru kontraproduktif, karena wisatawan datang ke Indonesia itu kan ingin melihat keunikan budaya yang berkembang di sini,” ujarnya.