REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPR Puan Maharani mengkritik pemerintah yang belum memiliki data khusus terkait anak-anak yang menjadi yatim piatu akibat Covid-19. Dia meminta, adanya data tersebut sebagai langkah awal untuk memberikan perlindungan kepada mereka.
"Saya belum melihat adanya data khusus terkait anak-anak Indonesia yang kehilangan orangtua mereka karena Covid-19. Kita perlu data tersebut sebagai langkah untuk memberi perlindungan," ujar Puan lewat keterangan tertulisnya, Kamis (5/8).
Data tersebut diperlukan untuk memastikan negara hadir memberikan perlindungan yang tepat bagi mereka. Perlindungan tersebut mulai dari santunan hingga pengasuhan.
"Negara harus bertanggung jawab terhadap masa depan anak-anak Indonesia yang menjadi korban bencana kesehatan ini," ujar Puan.
Untuk saat ini, mereka harus segera diberi pendampingan untuk pemulihan dampak psikologis akibat kehilangan orang tuanya. Di samping itu, perlu adanya serapan anggaran pemerintah untuk penanganan Covid-19 untuk program perlindungan bagi anak-anak yatim piatu.
"Kalau anak-anak Indonesia hari ini banyak yang putus sekolah dan depresi karena pandemi dan menjadi yatim piatu, bangsa ini yang akan menerima dampaknya dua puluh atau tiga puluh tahun ke depan," ujar Puan.
Jumlah anak yang kehilangan ayah, ibu, atau keduanya akibat Covid-19 diperkirakan mencapai puluhan ribu di Indonesia. Peran pemerintah diperlukan guna melindungi para yatim piatu tersebut.
Di Yogyakarta, sejauh ini Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) DIY sudah menemukan setidaknya 150 anak yang menjadi yatim piatu akibat orang tuanya meninggal dunia karena terpapar Covid-19. Jumlah itu hasil pendatan dua pekan belakangan.
Di Jawa Timur, Kepala DP3AK Andriyanto memperkirakan, anak-anak yang kini menyandang status yatim piatu akibat orang tuanya meninggal terpapar Covid-19 mencapai 5.082 anak. DP3AK sejauh ini masih terus melakukan pendataan nama dan alamat yang bersangkutan.