REPUBLIKA.CO.ID,PURWOKERTO -- Kondisi pandemi Covid 19 yang sudah berlangsung sedkitar 1,5 tahun, menyebabkan dunia usaha kelimpungan. Hal ini paling tidak bisa dilihat dari kemampuan para debitur mengangsur kredit perbankan.
Seperti diungkapkan Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Purwokerto, Riwin Mirhadi, Non Performing Loan (NPL) atau tingkat kredit macet macet kalangan perbankan di wilayah eks Karesidenan Banyumas memang mengalami kenaikan. ''NPL di wilayah eks Karesidenan Banyumas per Mei 2021 mencapai 6,81 persen,'' jelasnya, Jumat (6/8).
Dia menyebutkan, normalnya NPL perbankan di kisaran 4-5 persen. Namun dia mengakui, kondisi pandemi yang telah berlangsung cukup lama memang menyebabkan banyak pelaku usaha yang terdampak sehingga kesulitan dalam memenuhi kewajiban pembayaran angsuran.
Menurutnya, kesulitan tersebut dialami hampir seluruh sektor usaha. Namun yang paling banyak terpukul, adalah sektor perdagangan. Sedangkan jenis perbankan yang paling besar menyumbang tingginya NPL, ada di sektor perbankan umum.
Dia menyebutkan, adanya program restrukturisasi kredit, sedikit banyak cukup menekan angka NPL agar tidak terlalu tinggi. ''Kalau tidak ada program restrukturisasi dan relaksasi kredit, mungkin angka NPL-nya bisa dua kali lipat dari NPL sekarang,'' jelasnya.
Lepas dari persoalan tingginya NPL perbankan, Riwin menyebutkan, secara keseluruhan kondisi perbankan di wilayah eks Karesidenan Banyumas masih dalam kondisi stabil dan terjaga. Hal ini dilihat berdasarkan angka-angka aset perbankan, Dana Pihak Ketiga (DPK) dan penyaluran kredit yang dilakukan.
Hanya dia mengakui, kondisi likuiditas perbankan di Banyumas memang tergolong tinggi. Hal ini mengingat DPK yang berhasil dihimpun selama masa pandemi hingga Mei 2021, jauh diatas nilai kredit. ''Selama masa pandemi, orang Banyumas lebih banyak menyimpan uangnya di Banyumas daripada untuk kegiatan ekonomi. Sementara kredit yang disalurkan perbankan, mengalami kenaikan tidak terlalu tinggi,'' jelasnya.
Berdasarkan data per Mei 2021, Dana Pihak Ketiga (DPK) bank umum naik tinggi mencapai 10,04 persen (year of year). Dari posisi simpanan/tabungan masyarakat Rp 5,032 triliun pada Mei 2020, melonjak menjadi Rp 5,537 triliun pada Mei 2021.
Besarnya DPK ini, menyebabkan perbankan juga mengalami kenaikan 5,33 persen (yoy). Dari aset tercatat Rp 7,079 triliun, melonjak menjadi Rp 7,456 triliun.
Sementara untuk nilai kredit, hanya mengalami kenaikan 2,92 persen (yoy). Yakni, dari posisi kredit senilai Rp 5,717 triliun pada Mei 2020, naik menjadi Rp 5,884 triliun pada Mei 2021.
Sedangkan mengenai program restrukturisasi kredit yang dilaksanakan, sejauh ini program restrukturisasi kredit perbankan di Banyumas sudah dilaksanakan dengan baik. ''Program restrukturisasi kredit tidak hanya dilakukan kalangan perbankan umum/syariah dan BPR, tapi juga lembaga keuangan lainnya,'' jelasnya.
Untuk bank umum/syariah, jumlah debitur terdampak pandemi Covid 19 tercatat ada sebanyak 108.810 akun, dengan nilai kredit Rp 5,688 triliun. Dari jumlah tersebut, yang sudah mendapat program restrukturisasi ada sebanyak 107.040 akun dengan nilai kredit Rp 5,523 triliun.
Sedangkan untuk debitur BPR/BPRS, jumlah debitur yang terdampak pandemi tercatat sebanyak 22.240 akun, dengan nilai kredit Rp 1,938 triliun. Sedangkan yang mendapat program restrukturisasi ada sebanyak 14.214 akun dengan nilai kredit Rp 1,721 triliun.