Ahad 15 Aug 2021 19:06 WIB

Jadikan Momentum 1 Muharram untuk Belajar dan Evaluasi Diri

Tahun baru Islam ini harus bisa menjadi momentum untuk semangat peradaban

Pawai sambut 1 Muharram 1434 H (ilustrasi).
Foto: Antara/Ampelsa
Pawai sambut 1 Muharram 1434 H (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Hijrah Nabi mengajarkan kita untuk tidak selalu bersikap konfrontatif, ofensif, dan destruktif di kala konflik, tetapi mencari jalan keluar membangun perabadan yang damai dan mempersatukan. Hijrah kebangsaan yang harus segera dilakukan bangsa ini adalah bersama-sama berupaya keluar dari ancaman virus Covid-19, virus politik identitas yang membelah dan virus radikalisme yang menuju kekerasan.

Ketua Pengurus Besar Al-Washliyah (PBAW), H Mahmudi Affan Rangkuti,  mengatakan bahwa pada momentum 1 Muharram ini tentunya seseorang harus banyak bermuhasabah, dan melakukan intropeksi diri apakah sudah banyak hal-hal penting dan berguna bagi manusia pada umumnya.

"Jadi artinya adalah kita belajar, kita mengevaluasi diri, sudah berapa banyak kita ini melakukan sesuatu yang berguna bagi diri, bagi lingkungan, lalu meningkat bagi masyarakat dan yang lebih besar lagi tentunya bagi bangsa dan negara. Jadi apa yang sudah kita perbuat dan berguna untuk itu semua," ujar Mahmudi Affan Rangkuti, Selasa (10/8).

Pria yang akrab disapa Affan ini pun mengajak, dengan momentum inilah yang juga di tengah-tengah masa berperang melawan wabah Covid-19 ini untuk mengevaluasi diri sejauh apa kegunaan seseorang ini hadir di dalam kehidupan sehari-harinya. Menurutnya, inilah momentum yang terbaik bagi seseorang untuk melakukan evaluasi diri

"Setiap manusia itu memang memiliki daya pikir dan pendapat yang berbeda-beda. Tetapi yang harus disikapi adalah bagaimana menjadikan satu irisan perbedaan pendapat ini menjadi satu persamaan pendapat," ucap pria yang juga Ketua Umum Pengurus Besar Forum Komunikasi Alumni Petugas Haji Indonesia (PB FKAPHI) itu.

Oleh sebab itu dirinya menyebut bahwa tahun baru Islam ini harus bisa menjadi momentum untuk semangat peradaban dengan persaudaraan keislaman dalam menghadapi problematika bangsa dengan melangkah bersama untuk menggapai satu persamaan. Dimana seluruh komponen warga bangsa untuk bersama-sama berkomitmen di dalam mencapai tujuan daripada negara sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

"Dimana dalam UUD 1945 itu sudah dijelaskan tujuan bernegara itu yang pertama adalahh melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Yang kedua adalah membangun kesejahteraan umum, lalu yang ketiga, mencerdaskan kehidupan bangsa; dan yang keempat yakni ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial," ujar Affan menjelaskan.

Lebih lanjut, Affan juga menyampaikan bahwa para pejuang dan para founding fathers bangsa ini berasal dari berbagai suku, agama, ras dan kelompok atau golongan  yang berbeda-beda. Dirinya menyebut, bahwa ketika zaman saat ini muncul beberapa pemikiran-pemikiran yang  mencoba untuk meluluhlantakkan” pemikiran yang sudah ada, maka sebagai warga bangsa yang mengerti tentang sejarah, mengerti tentang peradaban bangsa inilah yang harus berbicara dan menyampaikan kesejarahan sebelum kemerdekaan, setelah kemerdekaan sampai dengan sekarang ini.

"Inilah yang perlu kita gencarkan kepada generasi seterusnya bahwa tidak ada sebenarnya problematika yang harus kita usung sebagai satu persoalan, apalagi dengan mengcover perbedaan-perbedaan antar SARA," kata pria yang juga Ketua Umum Pengurus Besar Forum Komunikasi Alumni Petugas Haji Indonesia (PB FKAPHI) itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement