REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Bangsa Indonesia baru saja memperingati Hari Ulang Tahun ke-76 Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia (RI), Selasa (17/8) lalu. Perjalanan 76 tahun menjadi negara yang merdeka dan berdaulat telah diwarnai berbagai dinamika berupa tantangan, hambatan, dan ancaman yang tidak pernah surut. Pun sekarang ini, tantangan itu semakin berat dengan maraknya hoaks, adu domba, intoleransi, radikalisme, dan terorisme.
Dosen Pascasarjana bidang Program Studi Magister Pendidikan Agama Islam dari Universitas Nahdatul Ulama (UNU) Surakarta Amir Mahmud, mengatakan sudah saatnya masyarakat Indonesia memahami lebih dalam makna dari Kemerdekaan RI yang sesungguhnya. Ini penting agar masyarakat memiliki daya tangkal menghadapi berbagai ancaman yang ada.
"Dengan memahami hakikat Kemerdekaan RI ini yang sesungguhnya, maka kita akan menjauhi dari hal-hal yang sifatnya seperti pertikaian antar anak bangsa. Terutama terkait persoalan-persoalan yang misalnya ingin merebut kekuasaan ataupun mengubah ideologi dari suatu negara yang sudah mapan seperti Indonesia dengan ideologi Pancasila,” ujar Amir di Solo, Kamis (19/8).
Menurutnya salah satu upaya untuk memperkuat daya tangkal masyarakat adalah memahami wawasan kebangsaan yang religius. Dalam hal ini, Amir Mahmud yang juga Direktur Amir Mahmud Center yang bergerak dalam bidang kajian kontra narasi dan ideologi dari paham radikal terorisme ini, selalu aktif mengkampanyekan wawasan kebangsaan religius terutama hal kesadaran berbangsa.
"Karena hal ini dapat menjadi sesuatu hal yang harus menjadi tempat prioritas dalam berpikir dan bertindak untuk membangun Negara Republik Indonesia ini ke depannya,” ungkapnya.
Ia menilai, tantangan terbesar bangsa Indonesia saat ini adalah masalah ideologi. Pasalnya, apa yang terjadi akhir-akhir ini akarnya bermula dari ideologi yang kemudian berkembang menjadi radikalisme dan terorisme. Ia melihat masalah yang sedang terjadi di Afghanistan dimana kelompok Taliban berhasil menggulingkan pemerintah yang sah, menjadi contoh konkrit dari masalah ideologi ini.
Masalah di Afghanistan, kata Amir, dikhawatirkan dijadikan simbol pergerakan oleh kelompok-kelompok radikal yang ada di Indonesia. Ia meyakini hal ini akan mempengaruhi ruang gerak dakwah para aktivis yang mengidolakan Taliban.
“Meskipun tidak seperti kelompok radikal ISIS (Islamic State of Suriah and Iraq), tetapi hakekatnya sama, tabiatnya juga hampir sama. Hanya saja ini akan dapat mempengaruhi ruang gerak dakwah aktivis mereka yang menjadikan idolanya pergerakan Islam yang memunculkan kekuatan dan mampu menumbuhkan di satu negara yang hari ini dilakukan Taliban di Afghanistan. Tentunya ini yang sebenarnya tantangan besar bagi bangsa Indonesia hari ini,” ungkap Amir yang pernah mengikuti pelatihan militer di Afghanistan tahun 1985-1988 ini.
Agar hal yang sama tidak terjadi di Indonesia, peraih Doktoral bidang Studi Islam dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta mengingatkan agar semua elemen bangsa ini benar-benar serius dalam upaya pencegahan terhadap paham radikalisme dan terorisme di berbagai lini dan di berbagai tempat.
”Pencegahan ini menjadi sesuatu hal yang harus kita tekuni dan kita lakukan secara serius agar generasi muda ini tidak menjadi korban penyebaran paham radikal terorisme,” ungkapnya.
Ia juga menyampaikan bahwa tugas pencegahan ini tentunya tidak hanya dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) saja, tetapi harus semua pihak. Sehingga segenap seluruh elemen masyarakat mampu mencegah dan mampu juga melakukan deradikalisasi kepada pihak-pihak yang sudah terpapar terhadap paham radikal terorisme itu .
”Pada akhirnya, para tokoh-tokoh yang setiap harinya berhadapan dengan masyarakat itulah yang menjadi kunci untuk melakukan upaya pencegahan dan deradikalisasi kepada masyarakat,” ucapnya.
Terlebih, lanjutnya, pemerintah saat ini tengah disibukan dengan penanganan Covid-19, yang sangat menguras energi. Maka dari itu pemerintah seharusnya jangan terlalu diombang-ambingkan oleh isu-isu politik.
”Bangsa ini sedang mengalami banyak masalah, Covid-19, ideologi, belum lagi masalah-masalah politik. Dan tentunya ini jangan terombang-ambing karena isu politik,” ujarnya .
Untuk itu, ia berharap para tokoh masyarakat dan tokoh nasional dapat membuang kepentingan-kepentingan kelompoknya ataupun partainya. Karena sebagai tokoh seharusnya ssudah tidak lagi berbicara partai ketika berbicara tentang kemerdekaan RI. Karena kemerdekaan ini adalah hak dari setiap masyarakat dan warga negara Indonesia.
”Jangan lagi kita ini di adu domba kan dengan perkara-perkara isu politik, tetapi bagaimana pemerintah ini benar-benar mengayomi dengan benar kepada masyarakat kemudian membuktikan kinerja yang lebih baik,” pungkas Amir Mahmud.