REPUBLIKA.CO.ID,SLEMAN -- Mantan hakim MK, I Dewa Gede Palguna mengatakan, politik luar negeri Indonesia bisa dipahami sebagai alat mewujudkan tujuan nasional. Contohnya, peristiwa ke luarnya Indonesia dari keanggotaan PBB pada masa Soekarno.
Ia menilai, ada beberapa poin penting yang digambarkan dalam peristiwa tersebut. Menyeru anggota PBB untuk tidak mendukung keanggotaan Malaysia di Dewan Keamanan (DK) PBB agar anggota PBB dapat memilih Indonesia untuk tetap berada di DK PBB.
Namun, kenyataannya, PBB tetap membiarkan Malaysia untuk masuk menjadi anggota tidak tetap DK PBB. Dilihat dari sudut hukum internasional, ke luarnya Indonesia dapat dipahami sebagai bentuk akibat kekalahan diplomasi yang dialami Indonesia.
"Masuknya Malaysia menjadi DK PBB merupakan bentuk pengakuan secara diam-diam oleh PBB untuk mengakui Malaysia sebagai sebuah negara," kata Palguna dalam kuliah umum yang digelar PSHK FH Universitas Islam Indonesia (UII), Ahad (22/8).
Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana itu menuturkan, dalam melakukan politik luar negeri Indonesia dapat melalui dua bentuk. Pertama, menggunakan pendirian monisme, dan Indonesia cenderung mengutamakan pemakaian hukum internasional.
Sehingga, dalam perkembangan, hukum nasional menyesuaikan diri penggunaan hukum internasional. Kedua, memakai pendirian dualisme hukum internasional tidak serta merta berlaku nasional sebelum adanya tindakan transformasi ke hukum nasional.
"Dalam konsep ini, harus ada peraturan yang mengaturnya dulu, baru ketentuan hukum internasional dapat diterapkan di Indonesia," ujar Palguna.