Selasa 31 Aug 2021 15:52 WIB

Wahyu Nugroho Penjaga Gawang Persis, Jadi Kiper tak Sengaja

Awalnya, Wahyu berposisi sebagai penyerang sayap.

Rep: Binti Sholikah/ Red: Yusuf Assidiq
Penjaga gawang Persis Solo, Wahyu Tri Nugroho.
Foto: Dokumen.
Penjaga gawang Persis Solo, Wahyu Tri Nugroho.

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Penjaga gawang klub Persis Solo, Wahyu Tri Nugroho, punya cerita unik ihwal awal mula dirinya berada di posisi kiper. Ternyata, keputusan Wahyu menjadi pengawal pertahanan tim di bawah mistar berawal dari ketidaksengajaan.

Wahyu bercerita, dirinya mulai bermain sepak bola sejak umur sembilan tahun di SSB Putra Sukoharjo. Awalnya, Wahyu berposisi sebagai penyerang sayap. Namun, kemudian berpindah ke pos penjaga gawang.

"Dulu waktu saya sekolah sepak bola mungkin usia delapan tahun, di situ tidak ada kiper. Jadi pelatih suruh saya di posisi kiper, di situ pertama kali saya memilih posisi kiper. Sebetulnya itu sedikit paksaan," ujarnya sembari tertawa, seperti dikutip dari website resmi Persis Solo, Selasa (31/8).

Kiprah Wahyu yang pernah mengawal Laskar Samber Nyawa promosi ke kasta tertinggi pada 2006 silam nampaknya kembali membuat sang penjaga gawang berhasrat mengulangi kisah serupa musim ini. Kiper berusia 35 tahun tersebut mengenang momen-momen berkesan 15 tahun silam.

Pertandingan final Divisi 1 Liga Indonesia 2006 yang mempertemukan Persis dengan Persebaya Surabaya masih berkesan baginya saat Bonek, julukan suporter Bajul Ijo memadati sentel ban Stadion Brawijaya hingga mengisi samping kanan kiri gawangnya.

"Waktu itu final di dalam stadion penuh sampai di sentel ban penuh suporter Persebaya, Bonek. Jadi Bonek ada di garis gawang kanan kiri. Mereka juga tidak ganggu, mereka bicara-bicara saja. Bicara baik, tidak pernah ganggu. Tapi setelah pertandingan, penonton Persebaya masuk ke lapangan. Mereka tidak serang pemain, cuma berebut kaos pemain Persebaya. Mungkin juga saya sedikit panik jadi saya ikut lari juga waktu final. Itu momen (berkesan) walaupun kita kalah 2-0 dan cukup untuk bawa kita ke kasta tertinggi waktu itu. Itu momen yang paling tak terlupakan, saat final ada suporter lawan di sentel ban di belakang dan samping gawang saya," terangnya.

Meski telah berlalu 15 tahun lamanya, Wahyu masih menjaga hubungan harmonis dengan beberapa kompatriotnya kala membela Persis waktu itu. Agung Setyabudi dan Wahyu Tanto merupakan dua orang yang paling dekat dengannya hingga saat ini. Keputusan untuk kembali ke Persis musim ini juga tak lepas dari komunikasi yang ia jalin dengan Agung Setyabudi, eks kapten Persis musim 2007-2008 lalu.

"Saya kebanyakan dekat sama pemain lokal Solo atau pemain lokal daerah lain. Mungkin untuk sekarang saya yang masih berhubungan sama Mas Agung Setyabudi. Seperti saya mau kembali ke Solo saya bicara dulu sama dia dan dia sangat mendukung. Ada teman-teman lain seperti Wahyu Tanto juga sangat dekat juga kadang sering bicara, dan teman-teman Solo lainnya juga sering ketemu," ungkapnya.

 

Saat ini, Wahyu memiliki intensi untuk kembali mengulang kejayaan kala Persis merangsek masuk ke kasta tertinggi sepak bola Indonesia. Dengan kerja sama apik bersama manajemen, dirinya yakin kesuksesan tersebut akan kembali terulang musim ini.

 

"Pertama visi misi saya sama dengan manajemen Persis saat ini, yaitu berprestasi tentunya. Jadi kenapa tidak saya kembali ke tim lama saya juga karena kita semua satu tekad untuk Persis ke Liga 1. Karena kalau hanya pemain yang bekerja susah, tapi ketika bersama manajemen kita pasti bisa," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement