Rabu 01 Sep 2021 20:57 WIB

12 Satwa Endemik Papua Dilepasliarkan di Hutan Adat Isyo

Sebanyak 10 satwa di antaranya sempat berada di sejumlah tempat di Jawa.

Rep: Febryan A/ Red: Mas Alamil Huda
Sejumlah burung Kakatua Raja (Probosciger atterimus) berada dalam kandang saat diamankan di Kantor Karantina Pertanian Kota Sorong, Papua Barat, Senin (23/8/2021).
Foto: Antara/Olha Mulalinda
Sejumlah burung Kakatua Raja (Probosciger atterimus) berada dalam kandang saat diamankan di Kantor Karantina Pertanian Kota Sorong, Papua Barat, Senin (23/8/2021).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 12 satwa endemik Papua dilepasliarkan di habitat alaminya di Hutan Adat Isyo, Rhepang Muaif, Distrik Nimbokrang, Kabupaten Jayapura, Selasa (31/8). Sebanyak 10 satwa di antaranya sempat berada di sejumlah tempat di Jawa.

Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua, Edward Sembiring, mengatakan, satwa-satwa itu adalah dua ekor cendrawasih kuning kecil (paradisaea minor) yang merupakan hasil penyerahan BKSDA Jakarta dan Yogyakarta. Dua ekor kakatua raja (probosciger aterrimus) hasil penyerahan BKSDA Jakarta.

Lalu lima ekor kasturi kelapa hitam (lorius lory) penyerahan BKSDA Jakarta. Satu ekor nuri kelam (pseudeos fuscata) penyerahan BKSDA Jakarta. Terakhir, dua ekor kasuari gelambir tunggal (casuarius unappendiculatus) hasil penyerahan dari masyarakat di Jayapura.

Semua aves itu termasuk satwa dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri LHK Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.

"Peran mereka sangat besar di alam dan tidak pernah bisa kita gantikan. Jadi pada kesempatan ini, kembali saya menghimbau kepada seluruh lapisan masyarakat, mari jaga satwa endemik Papua sebelum menjadi kenangan. Biarkan mereka hidup dengan nyaman di alam," kata Edward dalam siaran persnya, Rabu (1/9).

Edward bercerita, proses pengembalian 10 satwa itu dari berbagai tempat di Jawa cukup menguras energi lantaran jarak yang jauh. Terutama energi dari satwa itu sendiri. “Kita bayangkan, manusia saja bisa sangat lelah melakukan perjalanan, bisa jet lag dan segala macam. Begitu juga satwa," katanya.

Dia menambahkan, Hutan Adat Isyo dipilih sebagai tempat pelepasliaran satwa itu bukan hanya karena habitat alaminya, tapi juga untuk mendukung pengembangan wisata minat Bird Waching di sana. Wisata itu dikembangan oleh masyarakat adat setempat.

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK, Wiratno, mengapresiasi masyarakat adat di Rhepang Muaif yang telah mengembangkan wisata minat khusus Bird Watching. Ia berharap dua ekor cendrawasih yang dilepasliarkan di sana bisa berkembang biak.

"Hari ini kita lepas liarkan sepasang cendrawasih, simbol Papua. Semoga mereka dapat berkembang biak, beranak-pinak, menumbuhkan harmoni yang semakin utuh di hutan adat ini, dan di seluruh Papua," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement