Kamis 02 Sep 2021 17:16 WIB

TACB Minta Situs Kedungsobrah Diselamatkan

Situs Kedungsobrah itu terletak di Dusun Krajan, Desa Candirejo.

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Muhammad Fakhruddin
TACB Minta Situs Kedungsobrah Diselamatkan (ilustrasi).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
TACB Minta Situs Kedungsobrah Diselamatkan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,UNGARAN — Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kabupaten Semarang mendesak pihak- pihak terkait menyelamatkan aset arkeologi Situs Kedungsobrah, di wilayah Desa Candirejo, Kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.

Pasalnya situs peninggalan periode Hindu- Buddha yang berlokasi di tepi sungai Klampok tersebut bakal terdampak proyek nasional pembangunan Bendungan Jragung yang pekerjaan fisiknya –kini—telah dimulai.

Ketua TACB Kabupaten Semarang, Tri Subekso mengatakan, berdasarkan hasil observasi yang dilakukan TACB dan Dinas Pendidikan Kebudayaan Kepemudaan dan Olahraga (Disdikbudpora) Kabupaten Semarang, di wilayah Desa Candirejo telah ditemukan situs arkeologi Kedungsobrah.

Lokasi tempat aset arkeologi tersebut berada, nantinya bakal ikut terdampak oleh pelaksanaan pembangunan Bendungan Jragung. “Secara administratif, situs Kedungsobrah itu terletak di Dusun Krajan, Desa Candirejo,” ungkapnya, di Ungaran, kabupaten Semarang, Kamis (2/9).

Pada tahun 2013, Pamong Budaya Kecamatan Pringapus telah melakukan survei lapangan dan mendata keberadaan sebuah yoni (berukuran panjang 50 x 53 centimeter dan tinggi 30 centimeter.

Selain yoni, warga setempat juga telah menemukan dua buah arca pada tahun 2005. Penemuan obyek arkeologi situs Kedungsobrah tersebut memberikan gambaran adanya pengaruh peradaban Hindu- Buddha.

Bahkan di lokasi penemuan yoni tersebut diperkirakan juga pernah berdiri bangunan candi. Hal ini dikuatkan dengan oleh warna tanahnya cenderung kemerah- merahan. “Biasanya itu merupakan indikasi bercampurnya tanah dengan pecahan material berbahan bata,” lanjutnya.

Terakhir, masih jelas Tri Subekso, pada bulan November 2020 informasi dari warga setempat menyebut, telah ditemukan struktur bangunan berbahan bata di lokasi yoni Kedungsobrah. Hal itu kian menguatkan adanya struktur bangunan di area penemuan yoni.

Dari hasil observasi TACB dan Disdikbudpora Kabupaten Semarang, dapat diketahui bahwa pemindahan yoni telah meninggalkan galian berbentuk kotak yang justru menampakkan susunan bata.

Selain itu juga ditemukan fragmen tembikar yang merupakan bagian dari tepian, bibir dan badan wadah. Berdasarkan jejak pembuatannya, tembikar ini dibuat menggunakan tehnik roda putar (wheel) dengan bantuan tangan.

Fragmen tembikar tersebut memiliki motif yang berbentuk zigzag dan pembuatannya menggunakan metode gores. Dilihat dari kemiringan lekuk leher fragmen tembikar, besar kemungkinan berbentuk pasu atau mangkuk.

Berdasarkan hasil kajian dari peninggalan situs Kedungsobrah, TACB Kabupaten Semarang menyimpulkan bahwa di lokasi ini pernah berdiri sebuah bangunan candi bernafaskan Hindu-Siwa yang dibangun dengan menggunakan material bata.

“Secara umum, temuan di situs Kedungsobrah dapat disebut sebagai peninggalan dari Periode Klasik, antara abad ke-8 hingga 15 Masehi,” jelasnya.

Terkait dengan hal itu, TACB Kabupaten Semarang telah berkoordinasi dengan Balai Peninggalan Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah dan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juana guna menangani asset arkeologi tersebut.

TACB juga merekomendasikan sebelum pekerjaan penggenangan bendungan dilakukan, perlu dilakukan ekskavasi penyelamatan, paling tidak melakukan research by record.

Menurutnya, ekskavasi perlu dilakukan untuk menyelamatkan data arkeologi sebelum lokasi Situs Kedungsobrah tersebut telah menjadi bendungan yang dapat berakibat terhadap perubahan pada konteks dan situsnya.

“Dengan melakukan ekskavasi, maka akan diperoleh informasi tambahan mengenai kondisi data dan situs arkeologi, sehingga akan menjadi bahan pertimbangan tentang aspek penyelamatannya,” tegas Tri Subekso.

Upaya penyelamatan yang bisa dilakukan adalah dengan memindahkan struktur bangunan yang masih tersisa ke lokasi yang ditunjuk oleh pemerintah desa Candirejo. Menilik ukuran bangunan yang tidak terlalu besar, pekerjaan pemindahan ini sangat mungkin bisa dilakukan.

“Selain itu, proses penanganan situs ini merupakan amanah dari pelaksanaan Undang-Undang Cagar Budaya Nomor 11 tahun 2010 dan Perda Kabupaten Semarang Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pelestarian dan Pengelolaan Cagar Budaya,” jelas Tri Subekso.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement