Jumat 03 Sep 2021 14:19 WIB

Pemerintah Diminta Tambah Objek Barang Kena Cukai

Sejauh ini, objek barang kena cukai baru terbatas pada tiga jenis barang.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Agus Yulianto
Pedagang menunjukkan kantong plastik di Pasar Senen, Jakarta. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengusulkan pemungutan cukai terhadap kantong plastik sebesar Rp 200 per lembar atau Rp 30.000 per kilogram mulai tahun ini.
Foto: ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
Pedagang menunjukkan kantong plastik di Pasar Senen, Jakarta. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengusulkan pemungutan cukai terhadap kantong plastik sebesar Rp 200 per lembar atau Rp 30.000 per kilogram mulai tahun ini.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai, Ditjen Bea Cukai Kemenkeu Nirwala Dwi Heryanto mengatakan, pada APBN 2021, pemerintah menargetkan pendapatan negara mencapai Rp 1.743,6 triliun. Dari jumlah tersebut, pendapatan cukai ditargetkan mencapai Rp 180 triliun atau 10 persen dari pendapatan negara.

Nirwala mengatakan, target peningkatan cukai yang kian tinggi sejalan dengan wacana pemerintah untuk menetapkan perluasan objek cukai pada 2022. Yakni dengan menambahkan plastik sebagai barang kena cukai. Sejauh ini, objek barang kena cukai baru terbatas pada tiga jenis barang yaitu etil alkohol, minuman mengandung etil alkohol, dan produk hasil tembakau.

Mengenai wacana cukai plastik, Nirwala mengakui, DPR telah menyetujui wacana tersebut. Termasuk cukai kemasan dan wadah plastik, cukai diapers, serta cukai alat makan dan minuman sekali pakai. 

"Sedangkan penambahan cukai untuk makanan dan minuman berpemanis (MMDK) belum disetujui,” ujarnya dalam diskusi yang digelar secara virtual, Jumat (3/9).

Anggota Komisi XI DPR-RI Eriko Sotarduga mengatakan, pemerintah perlu mengkaji lebih jauh terkait barang-barang yang berpotensi dikenakan cukai. Perluasan objek cukai, menurutnya, perlu segera dibahas pemerintah dan DPR. 

Terkait kemungkinan penerapan cukai pada barang-barang yang diharapkan dapat dikurangi konsumsinya. Seperti makanan minuman yang tinggi kandungan Gula, Garam, dan Lemak (GGL). 

"Konsumsi GGL yang terus bertambah mengakibatkan meningkatnya risiko kesehatan. Cukai akan membantu membuat masyarakat lebih menyadari menjaga kesehatan diri, tanpa harus memberatkan,” kata Eriko.

Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Esa Suryaningrum mengatakan, kebijakan ekstensifikasi cukai yang rencananya dilakukan pemerintah sudah tepat. Sebab, selama puluhan tahun hanya ada tiga obyek cukai di Indonesia, dan Pemerintah menjadikan Industri Hasil Tembakau (IHT) sebagai kontributor utama cukai.

"IHT layaknya angsa bertelur emas, yang terus diandalkan untuk mampu memenuhi target penerimaan cukai, meski dengan tarif cukai yang kian meningkat yang dibebankan,” kata dia.

Esa menjelaskan, jika tarif cukai IHT terus dinaikan, hal ini tidak akan optimal dan malah akan memberikan dampak lain seperti perdagangan rokok illegal. “Saat inipun meski memenuhi target cukai, namun angka produksi hasil tembakau kian menurun,” ujarnya.

Dikatakannya, Indonesia merupakan salah satu negara dengan objek cukai paling minim. Negara tetangga seperti Thailand, saat ini telah mengenakan cukai pada 16 objek, Kamboja 11 objek, Laos 10 objek, Myanmar 9 objek, Vietnam 8 objek, India 28 objek, dan Jepang 24 objek. Beberapa barang yang dikenai cukai di negara tersebut antara lain kendaraan bermotor, bahan bakar minyak, minuman berkarbonasi, baterai, karoke, batu bara, serta AC.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement