REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah menyindir partai oposisi yang dianggap tak banyak bermanuver untuk mengkritisi kebijakan pemerintah. Menurutnya, hal ini membuat rakyat yang harus turun tangan mengkritisi pemerintah.
Fahri menilai, rakyat terus menjadi korban bahkan setelah Pemilu selesai pada 2019 lalu. "Mengapa rakyat tidak istirahat urus politik dan fokus cari kehidupan? Karena yang diberi amanah lalai dan sibuk pencitraan," kata Fahri di situs pribadinya yang dikutip Republika pada Jumat (3/9).
Menurut Fahri, rakyat harusnya berhenti berpolitik dan bergesekan setelah pemilu. Dia menyinggung rakyat yang belum bisa hidup tenang pasca Pemilu.
"Karena sistem perwakilan absen, kongresional yang tak dimengerti oleh parpol yang sdh duduk dapat fasilitas, gaji dan sekaligus kekebalan," ujar mantan politikus PKS itu.
Fahri mengajak rakyat tidak bertengkar pascapencoblosan. Dia meyakini, politik seharusnya kembali normal setelah masa kampanye.
"Biar mereka, terutama yang menyebut diri partai 'OPOSISI' yang bertengkar melawan eksekutif dan pendukungnya, bukan kita. Mereka enak berantem dapat duit, lah kita?" ucap Fahri.
Fahri meminta, oposisi yang duduk di parlemen untuk bertarung dengan eksekutif. Sebab, mereka telah memperoleh penghasilan dari uang rakyat.
"Kami rakyat sebenarnya pengen nonton saja sesekali, malam-malam atau pagi-pagi, sebuah panggung politik yang seru dan mencerdaskan, juga menyehatkan kehidupan dan perekonomian," tutur Fahri.
"Tapi sayang semua diam, menyebut diri oposisi tapi ngomel nggak karuan. Akhirnya, kami dipaksa ikut pertengkaran," tutur Fahri.
Oleh karena itu, Fahri merasa khawatir adanya kongkalikong antara pemerintah dengan pihak oposisi. Sehingga menurutnya menyebabkan sepinya ruang kritis oposisi.
"Jika kalian sepi, kami cemas karena artinya ada persekongkolan. Kalian sekongkol rakyat tawuran. Sudahlah, masa ginian aja nggak paham. Dan jangan sekali-kali nyalahin kami yang kasih jabatan dan gaji kalian," tegas Fahri.