REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komjen Firli Bahuri mengatakan, semua keputusan yang diambil Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari, termasuk seleksi jabatan harus mendapat persetujuan dari suaminya, yaitu anggota DPR Hasan Aminuddin. Hasan merupakan bupati dua periode yang digantikan istrinya.
"Semua keputusan yang akan diambil bupati harus dengan persetujuan suami bupati, termasuk pengangkatan pejabat harus lewat suaminya dan suaminya membubuhkan paraf dulu," kata Firli di Jakarta, Selasa (7/9).
Firli mengaku, sangat prihatin atas kasus korupsi yang menjerat Puput dan suaminya tersebut. Dalam kasus tersebut, keduanya diduga memasang tarif untuk jabatan penjabat kepala desa di Kabupaten Probolinggo sebesar Rp 20 juta per orang, ditambah dalam bentuk upeti penyewaan tanah kas desa dengan tarif Rp 5 juta per hektare.
"Ini korupsi yang sangat kejam yang dilakukan penyelenggara negara, yaitu bupati dan suaminya anggota DPR. Coba bisa bayangkan Pjs kades saja dijual belikan, tentu kita bertanya berapa tarif jabatan camat, kepala sekolah, kepala dinas, sekda, dan jabatan publik lainnya di Pemkab Probolinggo," ucap Firli.
Menurut dia, para pejabat yang diangkat bupati seharusnya orang-orang nantinya yang akan membantu bupati dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah dan melayani masyarakat.
"Pejabat yang diangkat bupati adalah orang yang akan bekerja membantu bupati tetapi belum kerja saja sudah harus menanggung beban. Kalau begini, jangan berharap rakyat mendapat pelayanan. Kita juga tidak bisa berharap banyak kesejahteraan rakyat meningkat," ujar Firli.
KPK menetapkan 22 orang sebagai tersangka kasus tersebut. Sebagai penerima, yaitu Bupati Probolinggo periode 2013-2018 dan 2019-2024 Puput Tantriana Sari (PTS) dan suaminya, yakni anggota DPR periode 2014-2019 dan 2019-2024 yang pernah menjabat sebagai Bupati Probolinggo 2003-2008 dan 2008-2013 Hasan Aminuddin (HA).
Kemudian, Doddy Kurniawan (DK) selaku Camat Krejengan, Kabupaten Probolinggo dan Muhammad Ridwan (MR) selaku Camat Paiton, Kabupaten Probolinggo. Sementara 18 orang sebagai pemberi, merupakan ASN Pemkab Probolinggo, yaitu Sumarto (SO), Ali Wafa (AW), Mawardi (MW), Mashudi (MU), Maliha (MI), dan Mohammad Bambang (MB).
Kemudian, Masruhen (MH), Abdul Wafi (AW), Kho'im (KO), Akhmad Saifullah (AS), Jaelani (JL), Uhar (UR), Nurul Hadi (NH), Nurul Huda (NUH), Hasan (HS), Sahir (SR), Sugito (SO), dan Samsuddin (SD).
Sebagai penerima, Puput dan kawan-kawan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU omor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan sebagai pemberi, Sumarto dan kawan-kawan disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.