REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati membuat klarifikasi sehubungan dengan simpang siurnya pemberitaan terkait penjelasannya di webinar bertema 'Taliban Bermuka Dua ke Indonesia?' yang diadakan Medcom.id di Jakarta, beberapa waktu lalu. Nuning, sapaan akrabnya, pun merasa perlu meluruskan beberapa pernyataan yang disalahartikan.
"Sebagai umat Islam tentu saya tidak mungkin mengatakan Islam sebagai embrio terorisme. Saya sebagai Muslim secara sadar sangat menghormati Islam sebagai agama saya. Ajaran Islam yang saya pelajari adalah agama yang cinta sesama bahkan juga dengan umat beragama lain," kata Nuning di Jakarta, Rabu (8/9).
Nuning menyebut, Islam adalah agama rahmatan lil alamin. Sehingga, ia tidak mungkin menuduh agama Islam sebagai embrio terorisme. (Baca: MUI: Tudingan Bahasa Arab Sebagai Ciri Teroris Menyesatkan)
"Saya pun menyampaikan apa adanya berbagai temuan terkait dengan embrio terorisme (radikalisme), termasuk cikal bakalnya yang tumbuh berkembang diawali dari dunia pendidikan di negara kita. Hal ini yang saya utarakan pada webinar tersebut," ucap pengajar di Universitas Pertahanan (Unhan) tersebut.
Nuning melanjutkan, tentu saja tidak semua lembaga pendidikan berbasis Muslim, bisa dikatakan sebagai embrio radikalisme, atau bahkan terafiliasi dengan Taliban. "Masih ada yang mengikuti peraturan perundangan yang berlaku. Soal pendidikan itu, sudah ada banyak lembaga yang sudah meriset hal ini," ucapnya menekankan.
Adapun, menurut Nuning, permasalahan meruncing karena ada media yang menulis tidak lengkap atas pernyataannya. Sehingga, hal itu menyulut kemarahan serta kesalahpahaman kepadanya.
"Perlu saya tambahkan, saya sangat menjunjung tinggi adat budaya Indonesia yang adhiluhung dan rasa cinta Tanah Air Indonesia. Sehingga tentu apa yang saya sampaikan tidak lain tidak bukan, karena saya ingin mengajak serta bangsa ini memiliki patriotisme dalam bela negara," ujar Nuning.
Terkait dengan bahasa Arab, dia mengaku, sangat respek dengan bahasa tersebut. Dia menegaskan, ada perbedaan konteks bahasa Arab sebagai alat komunikasi resmi di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan penggunaannya sebagai bahasa sehari-hari dalam pergaulan suatu bangsa yang sudah memiliki bahasa nasional, seperti halnya bahasa kita bahasa Indonesia. "Dalam hal ini mohon maaf bila ada yang tidak sependapat dengan saya," kata Nuning.
Sebagai catatan, ia memang sangat mengkhawatirkan terjadi glorifikasi menangnya Taliban di Afganistan oleh sel-sel tidur terorisme di Indonesia. Terkait hal itu, tentu juga sudah sering dibahas oleh para ahli terorisme yang ada di negeri ini.
"Jadi bukan hanya saya saja. Demikian keterangan saya. Semoga kita semua selalu dalam lindungan Allah SWT dan sehat walafiat. Amin," kata Nuning.