Jumat 10 Sep 2021 22:16 WIB

Walkot Tegaskan Rencana Pembangunan Bukan Janji Manis

Perekonomian di Surabaya sempat terpuruk akibat pandemi Covid-19.

Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi.
Foto: Dok Pemkot Surabaya
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menegaskan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Surabaya, Jatim, periode 2021-2026 bukan hanya sekadar janji manis dan teori semata namun harus diikuti realisasi.

"Di dalam RPJMD bukan hanya lagi sebuah janji manis dan bukan hanya teori. Tapi, pelaksanaan di lapangan harus bisa terakomodir dan terevaluasi semuanya," kata Wali Kota Eri Cahyadi di Surabaya, Jumat (10/9).

Menurut dia, semua kinerja yang ada di masing-masing perangkat daerah (PD) di lingkungan Pemerintah Kota Surabaya akan terkoreksi betul dengan masyarakat.

Apalagi pada saat pandemi Covid-19 seperti saat ini, maka PD yang berkaitan dengan sektor pendapatan daerah harus mempunyai target yang jelas dan pasti. Hal itu dilakukan agar APBD Surabaya bisa segera stabil.

Perekonomian di Surabaya sempat terpuruk akibat pandemi Covid-19 sehingga perlu langkah-langkah cerdas dari masing-masing PD agar geliat perekonomian di Surabaya bisa segera normal kembali.

Apalagi saat ini Pemkot Surabaya menerapkan Reformasi Birokrasi (RB) berbasis kontrak kinerja di masing-masing PD. Eri mengatakan langkah tersebut diambil sebagai salah satu upaya Pemkot Surabaya mencapai good governance atau pemerintahan yang baik dengan melakukan pembaharuan terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan.

"Semua Kepala PD (Perangkat Daerah) di pemkot punya target kinerja, yang konsentrasi outputnya itu harus bisa tercapai dan harus disampaikan ke media apa yang sudah tercapai atau belum," kata Eri.

Dari hasil output tersebut, nantinya bakal menjadi rujukan terhadap evaluasi penilaian kinerja bagi setiap Kepala PD. Artinya, evaluasi dilakukan untuk menentukan apakah Kepala PD itu masih layak menjabat atau harus dimutasi dan digantikan yang lain.

"Sehingga output ini akan menjadi evaluasi kinerja. Apakah Kepala PD ini tetap bisa lanjut atau tidak lagi menjadi Kepala PD karena tidak tercapai outputnya," katanya.

Eri menyatakan, bahwa kontrak kinerja tak hanya berlaku bagi Kepala PD. Namun, juga diterapkan kepada seluruh pejabat struktural yang ada di lingkungan Pemkot Surabaya. Termasuk pula kepada Camat, Lurah, Kepala Bidang (Kabid) dan Kepala Seksi (Kasi).

"Posisinya adalah setiap enam bulan sekali, maka output harus kelihatan," katanya.

Bagi Eri, Kepala PD atau pejabat struktural itu dapat diturunkan bukan hanya karena membuat kesalahan fatal. Misalnya, terlibat kasus korupsi atau permasalahan hukum lainnya.

Tapi, ketika pejabat tersebut tidak mampu mencapai target atau output yang ditentukan, otomatis harus turun dari jabatannya. "Bukan saja Kepala PD atau pejabat struktural itu diturunkan karena kesalahan. Tapi Kepala PD bisa turun karena tidak mencapai outputnya, itulah evaluasi. Karena kinerja itu dihitung dari sebuah output," ujarnya.

Melalui reformasi birokrasi berbasis kontrak kinerja ini, mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota Surabaya itu juga berharap, hasil kinerja setiap PD di pemkot dapat diketahui oleh masyarakat. Makanya hasil capaian itu sudah seharusnya disampaikan ke publik agar bisa dikoreksi oleh masyarakat.

"Hasil capaian itu, Insya allah akan kami sampaikan ke media massa setiap enam bulan sekali. Sehingga masyarakat pun bisa mengkoreksi. Seperti apa yang disampaikan Kepala PD itu berhasil atau tidak, gagal atau tidak," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement