REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim menjelaskan, kriteria Sekolah Penggerak bukanlah sekolah bagus, unggul, atau tingkat sosial ekonomi murid-muridnya lebih baik. Ia mengatakan, sekolah penggerak sudah dibagi rata antara level 1 sampai 4, berdasarkan sosio-ekonomi, pencapaian pembelajaran, dan sebagainya.
"Kriterianya, kepala sekolah sama guru-gurunya punya motivasi tinggi. Jadi dia berani. Sekolah penggerak ini akan menjadi tugas yang sangat berat. Karena harus melalui perubahan dari aspek kurikulum, proses pembelajaran, budaya, terutama budaya kerja, pola asesmennya berubah," kata dia saat meninjau pelaksanaan pembelajaran tatap muka (PTM) di SMP Negeri 1 Solo, Senin (13/9).
Menurutnya, sekolah penggerak merupakan suatu program yang diharapkan nantinya semua sekolah di Indonesia bisa menjadi sekolah penggerak. "Program sekolah penggerak itu program sementara untuk beberapa sekolah yang nekat duluan melakukan perubahan," ucapnya.
Karenanya, Nadiem selalu menegaskan kembali kepada sekolah-sekolah yang dia kunjungi apakah benar-benar mau menjadi Sekolah Penggerak. Kepala sekolah, guru dan orang tua murid harus berpartisipasi dalam perubahan yang dibuat untuk menjadi Sekolah Penggerak.
Dalam peninjauan yang didampingi Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka tersebut, Nadiem mengapresiasi SMP Negeri 1 Solo. "Saya mengucapkan apresiasi saya bahwa SMP Negeri 1 Solo berhasil meyakinkan begitu banyak orang tua untuk kembali melaksanakan pembelajaran tatap muka," kata Nadiem.
Dia juga mengapresiasi sejumlah kegiatan di SMP Negeri 1 Solo seperti lomba-lomba kreatif yang berdampak pada sustainabilitas, serta rencana olahraga sebagai salah satu sarana meningkatkan karakter siswa. Menurutnya, itu salah satu ciri sekolah yang sudah merdeka.
"Jadi saya salut sekolah yang mengambil berbagai macam inisiatif di dalam dan di luar kelas," ucapnya.
Selain SMP Negeri 1 Solo, Nadiem juga berkunjung ke SMA Negeri 4 Solo.