REPUBLIKA.CO.ID,SURABAYA -- Anggota Komisi D DPRD Surabaya Tjutjuk Supariono menilai pelatihan kerja perlu menjadi prioritas dalam rangka pemulihan ekonomi menyusul kasus COVID-19 di Kota Pahlawan, Jawa Timur, yang saat ini sudah mulai melandai.
"Sejak pandemi COVID-19, seluruh elemen kehidupan masyarakat terdampak, tidak terkecuali pada peningkatan pengangguran terbuka di Surabaya yang melonjak di angka 9,79 persen pada 2020," kata Tjutjuk Supariono di Surabaya, Selasa (21/9).
Menurut dia, saat ini, DPRD Kota Surabaya tengah membahas Raperda Kota Surabaya tentang Perubahan APBD (P-APBD) Tahun Anggaran 2021. Untuk itu, Tjutjuk Supariono yang juga Ketua Fraksi PSI menyoroti beberapa permasalahan terkait ketenagakerjaan, di mana Balai Latihan Kerja (BLK) yang dinaungi oleh Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Surabaya belum berjalan secara optimal dalam memberikan kontribusi terhadap penurunan tingkat pengangguran di Kota Surabaya.
Selain itu, ia menyoroti bahwa peserta pelatihan keterampilan, sertifikasi, maupun magang belum sepenuhnya direkomendasikan kepada perusahaan untuk menjadi tenaga kerja. Sehingga setelah mengikuti pelatihan kerja, belum banyak peserta yang mendapatkan pekerjaan.
Merujuk pada nota keuangan P-APBD Kota Surabaya tahun 2021, lanjut dia, target dari program pelatihan kerja dan produktivitas tenaga kerja, serta program penempatan tenaga kerja masih belum maksimal. Untuk jumlah pencari kerja yang mengikuti pembinaan, pelatihan, dan sertifikasi keterampilan kerja, targetnya hanya 688 orang dengan anggaran sebesar Rp4 miliar.
Kemudian, jumlah pencari kerja yang difasilitasi magang, targetnya hanya 25 orang dengan anggaran sebanyak Rp154 juta.
Untuk jumlah angkatan kerja yang mengikuti sertifikasi profesi, kata dia, targetnya hanya 48 orang dengan anggaran sebesar Rp2,5 miliar. Adapun untuk persentase pertumbuhan kesempatan kerja yang dapat diinformasikan, targetnya hanya 5,20 persen dengan anggaran sebesar Rp2,8 miliar.