REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP, Arif Wibowo, mengaku fraksinya keberatan dengan sikap pemerintah yang mengusulkan jadwal pilpres pada 15 Mei 2024. Fraksi PDIP memberikan sejumlah catatan terkait usulan tersebut.
"Fraksi PDIP meminta kepada pemerintah bahkan stakeholder lainnya termasuk penyelenggara termasuk KPU, Bawaslu, untuk mengkaji secara seksama, mendalami lagi, melakukan exercise yang cermat, detail yang menyangkut apa yang disebut dengan membangun sistem kepemiluan dan pilkada kita yang ajeg di masa akan datang," kata Arif di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (28/9).
Fraksi PDIP juga meminta pemerintah mempertimbangkan masa kampanye yang jatuh bulan Ramadhan jika pemungutan suara Pileg dan Pilpres 15 Mei 2024. Menurutnya alangkah baiknya jika kegiatan kampanye tidak dilakukan di saat umat Islam melakukan ibadah puasa di bulan Ramadhan.
"Ada satu soal di mana kalau dilakukan pada 15 Mei kita melewati bulan Ramadhan dan lebaran, terutama bulan Ramadhan itu bulan yang kita hormati. Sedianya tidak ada kegiatan politik apapun dalam bulan Ramadhan," ujarnya.
Kapoksi Komisi II Fraksi PDIP itu meminta pemerintah meneliti, mengkaji menentukan waktu pemungutan suara yang tepat. Selain itu, pemerintah juga perlu memperhatikan waktu penyelesaian sengketa yang dinilai terlalu mepet dengan pelaksanaan pilkada yang dijadwalkan digelar 27 November 2024. Sebab syarat pencalonan kepala daerah harus diketahui dulu berapa jumlah kursi DPRD yang diperoleh.
"Belum lagi kalau capres-cawapresnya yang berkompetisi harus memasuki putaran kedua. Kerumitan dan masalah yang ditimbulkan akan sangat banyak. Ini beban politik yang seharusnya tidak perlu di dalam kita menata jadwal tahapan dan program," ujarnya.
Arif menambahkan, jika Pilkada digelar 27 November 2024, maka sejumlah kepala daerah yang masa jabatannya habis di tahun 2024 akan diisi penjabat kepala daerah. Sebab tahapan pilkada paling cepat akan selesai pada Februari 2025, dan jika ada sengketa maka paling lambat akan selesai pada Mei 2025.
"Maka akan ada pejabat kepala daerah di 514 kabupaten kota, dan 33 provinsi, bukan 34 karena DIY tidak perlu ada pilkada, dalam jumlah itu di 2025. Lha nanti dalam lima tahun kedepan juga akan begitu lagi, karena itu kita sudah pasti gagal membangun sistem yang ajeg, stabil, kuat," tegasnya.
Arif mengungkapkan PDIP lebih setuju dengan KPU yang mengusulkan Pilpres dilaksanakan sekitar bulan Februari 2024. Namun belum diketahui kapan tanggal pastinya. Ia menilai dalam menyusun jadwal dan tahapan pilpres perlu dilakukan secara rinci dan rigid.