REPUBLIKA.CO.ID,SEMARANG -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah diminta memberikan perhatian terhadap upaya percepatan digitalisasi UMKM, pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2022.
Perhatian yang dimaksud bisa berupa alokasi anggaran untuk pendampingan, pelatihan pemanfaatan teknologi digital serta dukungan peningkatan kapasitas pemasaran daring kepada para pelaku UMKM di Jawa Tengah.
Anggota Komisi B DPRD Jawa Tengah, Setia Budi Wibowo mengatakan, tren ekonomi ke depan bakal terjadi perubahan yang besar pada perilaku konsumen dalam penggunaan teknologi digital.
“Sehingga langkah- langkah untuk mendorong dan mempercepat digitalisasi UMKM menjadi sangat strategis dalam menjawab tantangan perekonomian ke depan,” ungkapnya, di Semarang, Jawa Tengah, Kamis (30/9).
Menurut Bowo –panggilan akrab Setia Budi Wibowo-- ada dua titik penekanan program percepatan digitalisasi UMKM di Jawa Tengah. Yakni peningkatan kapasitas SDM pelaku UMKM dan dukungan kebijakan kemudahan pasar.
“Sehingga para pelaku UMKM di Jawa Tengah akan bisa melakukan pemasaran dengan mudah dan efektif dalam rangka menjalankan serta mempertahankan keberlangsungan bisnis mereka,” tambahnya.
Di sisi lain, Bowo juga menyinggung antisipasi bonus demografi yang juga harus dipersiapkan oleh Pemprov Jawa Tengah sejak dini. Karena –nantinya-- perekonomian akan banyak didominasi oleh generasi milenial yang sangat akrab dengan teknologi dan kreatifitas digital.
Sehingga keseriusan pemerintah dalam melakukan kurasi topik- topik krusial terkait proses pembuatan program serta mengakselerasi program pelatihan sangat dibutuhkan dalam dalam upaya pemulihan dunia usaha di Jawa Tengah.
Maka, generasi milenial di Jawa Tengah nantinya tidak hanya sekedar menjual produk, namun juga akan mendapat pendampingan untuk menciptakan inovasi maupun ide bisnis dengan memanfaatkan teknologi digital.
“Pada tahun 2024 hingga 2030 perekonomian –diperkirakan—bakal dikelola oleh mayoritas generasi milenial, sehingga kita bisa arahkan APBD 2022 untuk akselerasi digitalisasi ekonomi,” tegasnya.
Ia juga melihat, program- program yang perlu disiapkan pun tidak hanya sebatas pada pelatihan tapi juga pendampingan, pembuatan sistem manajemen hingga penguasaan pada digital marketing.
“Jangan sampai, UMKM yang sudah mempunyai kemampuan untuk menghasilkan produk atau jasa, tetapi mereka tidak memiliki kemampuan yang memadai untuk bisa memasarkannya, akibat lemah dalam memanfaatkan teknologi digital,” tandas Bowo.
Ia menambahkan, berdasarkan sensus Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2020, dari total 36,52 juta jiwa di Jawa Tengah sebanyak 24,93 persen di antaranya adalah generasi milenial serta sebanyak 25,31 persennya lagi adalah generasi Z.
Sedangkan menurut William H Frey dalam Analysis of Census Bureau Population, Generasi milenial adalah generasi yang lahir antara tahun 1981 hingga tahun 1996 dan pada saat ini diperkirakan berusia 24 hingga 39 tahun.
Sedangkan generasi Z merupakan kelompok generasi yang lahir antara tahun 1997 hingga tahun 2012 atau generasi yang pada saat ini berada pada rentang usia antara 8 hingga 23 tahun.
Artinya dalam beberapa tahun ke depan, populasi penduduk Jawa Tengah –mayoritas-- bakal didominasi oleh anak- anak muda. Sehingga harus diberikan program- program yang sesuai dengan orientasi anak muda.
Hal ini tentu harus dicermati sekaligus juga diantisipasi oleh Pemprov Jawa Tengah. “Jika masih diberikan pelatihan konvensional, maka kita akan tertinggal jauh,” tambah Wakil Ketua Fraksi PKS di DPRD Jawa Tengah ini.
Di lain pihak, lanjutnya, program digitalisasi ekonomi yang memprioritaskan pemanfaatan teknologi digital juga bisa menjadi salah satu kiat untuk melakukan pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19.
Maka program pelatihan yang memprioritaskan pemanfaatan dan penguasaan teknologi bagi anak muda akan mengakselerasi perekonomian Jawa Tengah. “Hal ini juga bisa menjadi kekuatan jika menghadapi resesi ekonomi seperti beberapa waktu terakhir,” katanya.