REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Di tengah dampak pandemi Covid-19 yang belum sepenuhnya pulih, ruang lapangan pekerjaan dituntut semakin inklusif. Dengan begitu maka kesempatan untuk memberikan kesetaraan bagi para penyandang disabilitas juga semakin terbuka.
Hal ini ditegaskan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo saat nemberikan sambutan pada Konferensi Nasional secara Virtual, bertajuk 'Inisiatif Ketenagakerjaan dan Kewirausahaan Inkusif, yang dilaksanakan Rabu (6/10).
Dalam kesempatan ini, Gubernur Jawa Tengah menyampaikan, pandemi telah 'memaksa' seluruh komponen masyarakat mencari cara dan format baru dalam bekerja. Karena semua harus dilakukan dari rumah (work from home) dan orang tidak boleh ke mana- mana (stay at home).
"Maka, kemudian banyak kawan-kawan, yang punya talenta, cukup memungkinkan untuk bisa melakukan pekerjaannya sendiri, bahkan juga berproduksi dalam lingkup komunitas kecil,” jelasnya.
Gubernur juga mengaku, dari keadaan yang serba penyesuaian dengan pandemi bisa melihat dan mendengar sendiri banyak para penyandang disabilitas yang mampu memproduksi berbagai barang/ karya ketrampilan dengan bagus.
Termasuk mereka yang ingin bekerja di dalam lapangan kerja yang makin hari makin inklusif, sehingga keterlibatan para penyandang disabilitas tersebut juga bagus sebagai bentuk dari kesetaraan.
Untuk itu, gubernur juga mengaku terus mengumpulkan berbagai masukan. Khususnya terkait dengan berbagai bidang pekerjaan yang sesuai dengan jenis disabilitasnya. Misalnya difabel netra ternyata memiliki potensi yang bagus dalam konteks komunikasi dan daya ingat.
Maka mereka sebenarnya bisa menjadi petugas di call center dan jenis lainnya yang sesuai dengan potensi tersebut. "Mereka nggak kalah sama yang lain, Menjadi penulis konten, penyiar radio, telemarketing, petugas administrasi, analis keuangan, akuntan itu mereka bisa kerjakan, dan tidak kalah dengan yang lain,” tegasnya.
Contoh lainnya, masih lanjut gubernur, adalah difabel fisik. Mereka punya kelebihan secara sensorik dan terampil sehingga mereka dapat ditempatkan pada pekerjaan yang hanya perlu pelatihan.
Misalnya servis elektronik seperti sekarang banyak handphone rusak, alat elektroniknya rusak dan dengan pelatihan mereka bisa mengerjakan itu. "Bahkan jadi pengajar, call center juga bisa, sopir motor roda tiga juga banyak, sim d juga bisa diberikan atau petugas admin dan lain sebagainya,” lanjut gubernur.
Begitu pula pada difabel lain seperti difabel tuli, difabel mental dan difabel intelektual. Ganjar menilai mereka punya potensi masing-masing, sehingga pekerjaannya juga bisa disesuaikan. “Maka kalau kemudian kita mendampingi kawan- kawan ini, memberikan ruang pekerjaan yang lebih besar, tentu akan kuar biasa," katanya.
Di sisi lain, gubernur mengaku merasa malu dan bersalah, sebab masih banyak perkantoran di lingkungan Pemprov Jawa Tengah yang belum terlalu ramah untuk penyandang disabilitas.
Menurutnya, butuh teknologi dan pengetahuan bahwa penyandang disabilitas bekerja di manapun bisa sesuai dengan kondisi masing- masing. Maka kesetaraannya serta aksesabilitasnya yang mesti mereka dapatkan.
“Maka beberapa kali saya coba membuka tempat magang ke kantor pemprov, saya ketemu dengan kawan-kawan kemarin ada dari kawan tuli mahasiswa yang magang di humas. ternyata saya belajar lebih banyak,” katanya.
Pekerjaan rumah yang besar ini, lanjut Ganjar, harus dipahami dan diedukasi ke seluruh pihak. Terkait ini, maka pengetahuan juga harus diberikan kepada pengusaha, CEO atau pemilik usaha lainnya sehingga tidak jadi kendala.
Menurutnya itu menjadi penting untuk berkomunikasi dengan Apindo, Kadin, dengan asosiasi buruh dan lainnya. Ssehingga inklusifitasnya bisa berjalan di Jawa Tengah.
Lebih lanjut gubernur menyampaikan, ada satu hal yang membanggakan dari para penyandang disabilitas, yakni semangat untuk bisa setara dan tidak mau dikasihani. "Mereka hanya butuh setara, mereka hanya butuh akses yang sama, itulah tugas pemerintah" katanya.