REPUBLIKA.CO.ID,SLEMAN -- Kesehatan fisik harus diimbangi dengan kesehatan jiwa yang bagus agar hidup menjadi lebih damai dan tenang. Persoalan kesehatan jiwa atau mental ini merupakan salah satu permasalahan yang serius dan harus jadi perhatian bersama.
Dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Dr Warih Andan Puspitosari mengatakan, kesadaran kesehatan mental di Indonesia sudah cukup baik. Tapi, penanganannya masih belum merata.
Ini bisa dibuktikan dengan banyaknya platform digital, organisasi dan LSM yang bergerak di bidang kesehatan mental yang mengampanyekan mental awareness. Maka itu, Warih menekankan, permasalahan kesehatan mental perlu ditangani serius.
"Kalau dibandingkan antara mental awareness dengan kesehatan fisik itu masih sangat senjang serta perlu diakui layanan kesehatan jiwa atau masalah mental di Indonesia ini belum merata," kata Warih, Ahad (10/10).
Data menunjukan 90 persen orang di Indonesia belum mendapatkan penanganan yang tepat untuk masalah mental pada enam bulan pertama. Sehingga, dapat disimpulkan kalau kita perlu meningkatkan layanan kesehatan mental yang merata dan setara.
Di Indonesia sendiri undang-undang mengenai kesehatan mental sudah ada sejak 2014. Hal ini merupakan buah manis pegiat mental awareness untuk menyuarakan agar Indonesia menjadi salah satu tempat yang ramah dengan mental issues.
"Untuk wilayah Yogyakarta saat ini sedang dalam proses memiliki peraturan daerah kesehatan jiwa, mudah-mudahan tahun depan sudah bisa masuk tahapan penyusunan naskah akademik untuk perda kesehatan jiwa di DIY," ujar Warih.
Seseorang yang memiliki mental sehat mempunyai ciri-ciri seperti mampu menerima tantangan hidup, mampu memanajemen konflik dengan efektif, bahagia dengan usaha yang dilakukan, memiliki kasih sayang besar dan baik ketika mengelola stres.
Ketika ciri-ciri mental yang sehat ini tidak ada dalam seseorang belum tentu orang itu mengalami sebuah gangguan mental, tapi perlu kesadaran terhadap diri sendiri. Dalam ilmu kesehatan mental, ada istilah Physiologies First Aid (PFA).
"Bisa juga disebut dengan pertolongan pertama untuk penanganan jiwa atau mental issues. PFA ini sudah seharusnya dimiliki dan dimengerti oleh masyarakat luas," kata Warih.
Adapun PFA terdiri dari Look, Listen, Link. Jika kita melihat di sekitar kita ada yang mengalami mental issues, kita harus melihat mereka, peduli tidak cuma melihat dengan mata. namun juga hati. Selain itu, penting kita mendengarkan.
Dengarkan dengan empati, tanpa menghakimi dan memotong pembicaraan mereka. Terakhir, apakah kita bisa dampingi sendiri atau haruskah kita bawa mereka ke tenaga professional ataupun pendampingan pribadi maupun tokoh-tokoh agama.
Masalah mental ini datang dari banyak faktor, namun ibadah memang salah satu perlindungan untuk mendapat mental stabil. Menurut Warih, masalah kesehatan mental tidak pandang bulu, siapapun bisa mengalami baik anak-anak dan dewasa.
Maka itu, jika ada yang anggapan anak-anak tidak mungkin tidak alami masalah mental itu sesuatu yang tidak tepat. Sebab, anak-anak juga bisa stres, bisa cemas dan lain-lain tapi manifestasi berbeda dengan seseorang di usia remaja.
Warih menambahkan, kesehatan mental ini persoalan kita bersama, menjadikan mental issues sesuatu yang sangat penting untuk dipahami masyarakat. Yang bisa dilakukan memberi edukasi kepada orang-orang di sekitar yang belum mengerti.
"Mari kita retas stigma buruk masalah kesehatan mental dan jiwa, mari tolong mereka, mereka membutuhkan kita dan yang paling penting jangan self diagnose karena yang boleh mendiagnosa hanya tenaga ahli, yang bisa kita lakukan PFA," kata Warih.