REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Petugas gabungan dari Satpol PP, Linmas, dan Satgas Covid-19 Kota Surabaya membongkar replika boneka Squid Game yang berdiri di Jalan Tunjungan, Surabaya, Senin (11/10). Kepala Satpol PP Kota Surabaya, Eddy Christijanto mengatakan, pembongkaran boneka tersebut dilakukan karena menyebabkan kerumunan dan menimbulkan kemacetan di Jalan Tunjungan.
Menurut Eddy, pemasangan boneka tersebut melanggar Perda nomor 10 tahun 2000 tentang Ketentuan Penggunaan Jalan dan Perda nomor 2 tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat. "Mereka menaruh itu (boneka) di pedestrian. Sementara berdasarkan Perda nomor 2 tahun 2020 dan Perda nomor 10 tahun 2000 bahwa median jalan tidak boleh digunakan selain fungsi jalan," kata Eddy di Surabaya, Senin.
Selain melanggar fungsi jalan, Eddy menyebut, pemasangan boneka juga telah melanggar Undang-Undang nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Sebab, bangunan yang ditempeli aksesoris beserta boneka tersebut tercatat sebagai salah satu cagar budaya di Kota Pahlawan.
"Seharusnya sebelum mereka melakukan aktivitas atau mengubah struktur atau menempel sesuatu di bangunan cagar budaya, harus mendapat surat rekomendasi dari Tim Cagar Budaya Kota Surabaya. Tadi saya tanya mereka belum mempunyai surat tersebut," ujarnya.
Eddy mengatakan, pemilik replika boneka Squid Game juga tidak bertanggung jawab ketika terjadi pelanggaran protokol kesehatan. Hal itu dapat dilihat sebelum dilakukan pembongkaran oleh petugas pada Ahad (10/10) malam. Warga di sana, terlihat berkerumun di Jalan Tunjungan untuk berebut swafoto dengan boneka tersebut.
"Sehingga kemarin ketika kejadian itu, banyak terjadi kerumunan yang akhirnya menimbulkan kemacetan di Jalan Tunjungan, protokol kesehatan juga tidak diterapkan. Sehingga kami bersama Satgas Covid-19, serta kepolisian dan TNI melakukan penertiban," kata Eddy.
Meski demikian, dalam penertiban itu, pihaknya menyatakan tetap mengedepankan cara-cara persuasif dan humanis. Karena itu, petugas hanya melakukan pembongkaran dan penyitaan aksesoris beserta boneka tersebut.
"Kami melakukan secara persuasif, ini (boneka) kami sita tidak boleh dipasang. Mereka kami minta juga melakukan pengurusan perizinan pemakaian cagar budaya," ujarnya.