REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Pengamat ekonomi, Prof Edy Suandi Hamid mengatakan, pemulihan ekonomi di DI Yogyakarta lebih cepat dari nasional. Ketika kuartal pertama nasional masih negatif secara pertumbuhan ekonomi DIY terbilang sudah positif.
Ia melihat, kondisi itu turut didorong banyaknya kegiatan-kegiatan wisata, UMKM sampai ekspor/impor yang sudah menggeliat. Karenanya, tidak berlebihan ketika mengatakan kalau pemulihan ekonomi yang dilakukan DIY relatif lebih cepat.
Tapi, ia menekankan, semua harus tetap hati-hati dan tidak mengabaikan potensi biaya sosial yang ditimbulkan. Edy mengingatkan, jangan sampai keteledoran ketika mengejar pemulihan ekonomi membuat gelombang tiga terjadi.
Apalagi, belakangan destinasi-desinasi wisata sudah mulai dibuka dan ada kecenderungan akan dibuka lebih banyak lagi. Edy berpendapat, DIY dapat melakukan uji coba pembukaan sekaligus kepada seluruh destinasi wisata.
Namun, ia menegaskan, pengawasan harus super ketat, jangan sampai mengulangi kondisi Juli lalu ketika kasus meningkat secara signifikan. Bahkan, kala itu, hampir setiap hari kita mendengar berita kematian di lingkungan sekitar kita.
"Itu sebetulnya karena kita terlalu percaya diri, tapi biaya sosialnya terlalu mahal. Jangan sampai kita mengejar pertumbuhan ekonomi, tapi biaya sosial terlalu tinggi, maka harus dipantau betul-betul," kata Edy, Kamis (14/10).
Melihat antrian wisatawan di DIY ditambah beberapa destinasi wisata masih ditutup, Edy mengapresiasi ketegasan petugas yang meminta bus-bus kembali. Sebab, ia menilai, ketegasan dalam menerapkan prokes menjadi kunci utama.
Selain itu, ia menyarankan agar terjadi penyebaran wisatawan yang masuk ke Yogyakarta, dibuka saja semua destinasi wisata yang ada. Ia berpendapat, penerapan uji coba pembukaan seluruh destinasi wisata bisa menekan kepadatan.
"Saya mengimbau supaya terjadi penyebaran turis-turis yang masuk Yogya, obyek wisata supaya dibuka semua saja, supaya tidak terkonsentrasi di Malioboro dan tempat-tempat yang sudah dibuka, kalau dibuka menyebar," ujarnya.
Edy turut mengingatkan hotel-hotel atau restoran-restoran agar taat kepada prokes standar yang sudah ditetapkan. Ketika belum diizinkan diisi penuh, jangan sampai mengabaikan karena belakangan banyak hotel yang sangat penuh.
Yang mana, Edy sendiri tidak yakin kondisi itu memenuhi standar prokes yang sudah ditetapkan. Ia merasa, hotel-hotel harus mengatur dan menerapkan lebih ketat lagi seperti saat sarapan, saat jam makan siang atau saat makan malam.
Menurut dia, semua tidak boleh egois hanya mengejar pertumbuhan ekonomi, tapi mengabaikan potensi biaya sosial yang ada. Yang mana, lanjutnya, sangat bisa timbul karena kecerobohan mengejar pemulihan ekonomi tapi mengabaikan prokes.
"Justru, itu menyebar risiko karena semua orang sudah ke Yogya tapi destinasi wisata masih terbatas, akhirnya ke situ semua, kalau disebar kepadatan rendah, tapi tetap prokes harus diperhatikan," kata Edy.