Senin 25 Oct 2021 14:41 WIB

Mahasiswa UB Kembangbiakkan Axolotl yang Terancam Punah

Axolotl sudah berhasil adaptif dengan parameter yang ada di Indonesia.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Yusuf Assidiq
Mahasiswa Universitas Brawijaya mengembangbiakkan hewan endemik Meksiko, axolotl yang terancam punah
Foto: Humas UB
Mahasiswa Universitas Brawijaya mengembangbiakkan hewan endemik Meksiko, axolotl yang terancam punah

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Lima mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) Malang yang tergabung dam satu tim berhasil mengembangbiakkan hewan axolotl. Pengembangbiakkan ini membuat tim mendapatkan tawaran ekspor dari Arab, Malaysia, India, dan Cina.

Adapun kelima mahasiswa UB tersebut antara lain Daffa Khairan, Brillian Prastica, Muhammad Setiawan Gusmi, Rere Tara Mahameru dan Ali Akbar. Dengan bimbingan dosen Mochammad Fattah, lima mahasiswa itu mengembangkan axolotl agar mampu beradaptasi dan hidup di lingkungan dengan parameter Indonesia.

Perwakilan tim, Daffa Khairan mengatakan, axolotl memiliki bentuk yang unik. Sekilas seperti naga tapi memiliki bentuk wajah tersenyum. "Sehingga sering dikenal juga dengan sebutan 'Smiling Salamander'," kata Daffa.

Di samping itu, axolotl juga mempunyai kemampuan yang unik seperti meregenerasi hampir seluruh anggota tubuh. Hal ini yang menyebabkan tim memilih hewan tersebut sebagai objek penelitian.

Di balik potensi yang menjanjikan tersebut, axolotl ternyata sulit hidup di Indonesia. Hal ini karena parameter untuk memijahnya yang berbeda dari kebanyakan ikan lainnya.

Kondisi tersebut tidak dapat dipungkiri karena hewan endemik Meksiko ini memiiki habitat di danau Xochimilco dengan tinggi 2.240 mdpl. "Sehingga memiliki parameter air yang berbeda terlebih pada suhu air," kata Daffa.

Tim AQUAXO berhasil membudidayakan hewan endemik Meksiko tersebut dengan baik. Bahkan dalam satu kali produksi dapat menghasilkan ratusan telur.

AQUAXO memiliki visi untuk dapat melestarikan dan mengembangkan komoditi unik ini dengan menggunakan teknologi yang mereka kembangkan. Yakni, dengan water closed  loop chiller system.

Menurut Daffa, axolotl yang AQUAXO kembangkan memiliki daya tahan yang lebih kuat. Hal ini disebabkan karena axolotl sudah berhasil adaptif dengan parameter yang ada di Indonesia. Dengan demikian, masyarakat sangat memungkinkan untuk memiliki 'toothless' ini di rumah.

 

Selain itu, perawatan yang cukup mudah menjadikan axolotl pilihan baik untuk memilikinya di rumah. Dalam proses perawatannya di rumah, hewan ini cukup diletakkan di dalam akuarium kaca menggunakan water chiller yang berfungsi untuk memanipulasi parameter suhu.

Pasalnya, axolotl membutuhkan suhu sekitar 18 hingga 20 derajat untuk memijah dan 16 sampai 28 derajat untuk rentang hidup. Pada masa pembesaran perlahan akan dinaikan suhunya agar axolotl bisa beradaptasi dengan parameter tropis khususnya di Indonesia.

Dapat dikatakan bahwa axolotl hasil breeding AQUAXO memiliki kualitas yang tinggi dibandingkan axolotl di luar. Sebab, hewan ini mampu beradaptasi di suhu tropis bahkan hingga 28 derajat.

Dengan hadirnya temuan ini, tim berharap mampu memberikan variasi baru pada komoditas ikan hias di Indonesia. "Sekaligus menembus pasar ekspor demi mengangkat potensi perikanan Indonesia," ungkapnya.

Saat ini, kata Daffa, permintaan axolotl timnya sudah lumayan tinggi dari pasar domestik maupun dari luar negeri. Dari domestik tahap pertama, sudah langsung terjual habis dan profit-nya sampai Rp 9 juta. Kemudian dari luar negeri sudah ada permintaan 1.000 ekor lebih axolotl untuk diekspor.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement