REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Penanganan pandemi Covid-19 menunjukkan hasil yang berarti. Hal itu ditandai dengan mulai dilonggarkannya berbagai aktivitas masyarakat di berbagai daerah oleh pemerintah.
Tentunya, ini semua memberikan angin segar bagi sektor ketenagakerjaan. Salah satunya dibukanya kembali penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke berbagai negera tujuan, yang telah melonggarkan kebijakan penerimaan pekerja migran.
Hongkong menjadi kawasan terawal yang menyatakan siap menerima kedatangan PMI per 30 Agustus kemarin. Sementara, tujuan-tujuan lain yang selama ini menjadi penempatan favorit PMI, seperti Taiwan, Korea Selatan, serta Jepang, masih dalam proses persiapan.
Direktur Jenderal Binapenta dan PKK Kemenaker, Suhartono, mengatakan, Kemenaker telah menerbitkan standar operasional prosedur (SOP) Penyelenggaraan Layanan dan Pelindungan PMI pada Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) dan Lembaga Pelatihan Kerja Luar Negeri (LPK-LN)/Balai Latihan Kerja Luar Negeri (BLKLN)pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru, untuk semakin mematangkan persiapan itu.
Ditegaskan, pihaknya sangat serius memantau penerapan protokol kesehatan terhadap P3MI dan LPK-LN. Bukan hanya pada sarananya, namun juga calon PMI yang akan berangkat ke negara-negara penempatan. Indonesia satu-satunya negara pengirim tenaga kerja yang telah memiliki SOP Penyelenggaraan Pelayanan pada BLKLN dan Kantor P3MI. Hal ini menunjukkan keseriusan Pemerintah Indonesia dalam rangka meyakinkan Pemerintah Negara Tujuan Penempatan bahwa kita tidak hanya melindungi PMI, namun juga melindungi warga negara mereka.
"Kami akan terus memantau dan menindak secara tegas, apabila ada P3MI/LPK-LN yang tidak mematuhi Protokol Kesehatan yang berlaku," kata Suhartono.
Berdasarkan Kepdirjen Nomor 3/2748/PK.02.02/VIII/2021, sudah terdapat 56 negara penempatan yang membuka pintu bagi PMI. Hanya saja, sebagian besar negara itu bukan menjadi pilihan favorit bagi PMI.
Seiring itu, Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah terus melakukan berbagai upaya secara intens terkait pelindungan PMI. Antara lain melalui penguatan peran Satgas Pelindungan PMI. Termasuk, mempererat kerja sama luar negeri, untuk menjajaki peluang kawasan baru untuk penempatan PMI. Apalagi saat ini, Amerika Serikat, Inggris, Autralia dan negara-negara Uni Eropa sedang mengalami krisis kelangkaan pekerja.
Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan Anwar Sanusi mengatakan, krisis kelangkaan pekerja yang terjadi di negara-negara maju itu, dapat membawa peluang baru bagi angkatan kerja Indonesia.
"Beberapa waktu lalu salah satu negara bagian di AS mengontak kita untuk menjajaki kemungkinan menerima PMI (pekerja migran Indonesia), terutama di sektor kesehatan, manufaktur, dan agrikultur," kata Anwar.
Ia mengatakan, permintaan terhadap pekerja migran Indonesia saat ini sangat besar, sekitar 30 ribu orang untuk satu negara bagian. Pemerintah masih menjajaki peluang kerja sama itu. Peluang itu diharapkan dapat memperluas pasar kerja bagi angkatan kerja dalam negeri yang berjumlah sangat banyak.