REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa baru-baru ini mencanangkan gerakan restorasi mangrove di kawasan Wana Wisata Pantai Sowan, Tuban dan Banyuurip Mangrove Center, Gresik. Gerakan restorasi kawasan mangrove tersebut digelar untuk mengantisipasi perubahan iklim dan lingkungan. Menurut Khofifah, Ekosistem mangrove memiliki keterkaitan erat terhadap perubahan iklim.
Keberadaan mangrove yang sehat di kawasan pesisir, kata Khofifah, dapat meningkatkan resiliensi masyarakat pesisir terhadap perubahan iklim dan meminimalisir dampak bencana alam, seperti tsunami, badai, dan gelombang. Mangrove juga merupakan kawasan ekologi yang berfungsi melindungi habitat dan ekosistem di kawasan pesisir pantai.
“Ini bagian dari ikhtiar menahan laju perubahan iklim. Juga sebagai sabuk hijau pelindung kawasan pesisir,” kata Khofifah, Kamis (28/10).
Khofifah berharap gerakan restorasi mangrove ini bisa menjadi sebuah gerakan bersama. Ia pun mengharapkan peran serta partisipasi masyarakat dalam rehabilitasi mangrove. Menurutnya, pengelolaan mangrove hasil rehabilitasi juga harus lebih didorong agar bisa terkelola dengan baik.
"Di akar-akar mangrove itu ada kepiting, di akar mangrove itu ada udang . Kepiting dan udang memakan plankton-plankton di akar mangrove. Nah sekarang kalau ekosistemnya kita bangun maka habitat laut bisa bertumbuh dan berkembang kembali," ujar Khofifah.
Kepala Dinas Kehutanan Jatim Jumadi mengatakan, pada 2020, pihaknya telah menyelesaikan penanaman bibit mangrove mencapai lebih dari 1 juta hektar. Ia mengatakan, pada 2021, sebanyak 900 ribu hektar yang tersisa akan terus dimaksimalkan.
"Ini akan terus kita pantau karena kawasan ekonomi esensial bagian dari spasial yang harus dikelola. Bukan masalah ekonomi tapi konservasi yang mana konservasi akan berdampak pada jasa lingkungan," ujarnya.