REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -- Pemerintah Daerah (Pemda) DIY melalui Biro Hukum Setda DIY melaksanakan saran dari Ombudsman RI (ORI) DIY terkait Peraturan Gubernur (Pergub) DIY Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pengendalian Pelaksanaan Pendapat di Muka Umum pada Ruang Terbuka. Dalam perumusan pergub ini dinilai ORI telah terjadi maladministrasi.
Maladministrasi ditemukan dikarenakan Pemda DIY mengabaikan hak-hak masyarakat dalam perumusan pergub tersebut. Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan dari ORI DIY, Pemda DIY mengadakan diskusi publik dengan menampung masukan dari berbagai unsur masyarakat, termasuk komunitas yang ada di Malioboro.
"Maladministrasi Pergub Nomor 1 Tahun 2021 berupa proses penyusunan yang mengabaikan hak-hak masyarakat. Atas dasar itu kemudian pimpinan telah menugaskan kepada kami untuk melakukan diskusi publik," kata Asisten Sekretariat Daerah (Setda) DIY Bidang Pemerintahan dan Administrasi Umum, Sumadi di Kompleks Kepatihan, Rabu (3/11).
Sumadi menyebut, diskusi publik ini sudah dua kali dilakukan yang sebelumnya juga sudah digelar pada 28 Oktober 2021 lalu. Banyak masukan yang diterima dari masyarakat.
Salah satunya masukan terkait dengan melibatkan komunitas yang ada di sekitar kawasan Malioboro dalam pengendalian penyampaian pendapat di muka umum pada ruang terbuka.
"Ini menjadi bahan untuk kami diskusikan kepada teman-teman di tim kami khususnya di Kemenkumham dengan biro hukum, kira-kira nanti (masukan itu) bisa dimasukkan atau tidak," ujarnya.
Walaupun begitu, Sumadi menuturkan, pihaknya masih membuka ruang bagi masyarakat untuk dapat memberikan pendapat terkait dengan pergub yang sudah dikeluarkan sejak awal 2021 tersebut. Masukan-masukan dari masyarakat ini nantinya akan didiskusikan lebih lanjut, mengingat ORI hanya memberikan waktu 30 hari bagi Pemda DIY untuk menindaklanjuti saran yang sudah dikeluarkan.
"Masyarakat itu juga nanti bisa memberikan masukan lewat website kami di biro hukum. Kita terbuka dan nanti kita evaluasi terus untuk bisa menerima masukan," jelas Sumadi.
Sumadi pun menegaskan, melalui pergub tersebut bukan berarti masyarakat dilarang untuk menyampaikan pendapat. Namun, katanya, masyarakat tetap diberikan ruang untuk berpendapat dengan adanya pengendalian.
"Tetap kita beri ruang untuk menyampaikan pendapat tapi kita kendalikan. Apalagi di kawasan Malioboro adalah kawasan strategis yang itu ada ketentuannya memang tidak diperkenankan. Jadi kita ingin memberi perlindungan, juga menghormati hak-hak orang lain dan fungsi kita pemerintah untuk melakukan ketertiban umum," katanya.
Seperti diketahui, Aliansi Rakyat untuk Demokrasi Yogyakarta (ARDY) telah meminta agar Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono sepatutnya taat dengan konstitusi. Sultan pun diminta untuk menjalankan saran korektif yang sudah dikeluarkan oleh ORI DIY terkait dengan pergub tersebut.
Pergub ini melarang adanya unjuk rasa di beberapa tempat. Mulai dari Istana Negara Gedung Agung, Keraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, Keraton Kadipaten Pakualaman, Kotagede dan Malioboro.
Sebagai pelapor, ARDY pun meminta Sultan untuk mencabut pergub itu. ADRY sendiri beranggotakan 78 lembaga non-pemerintah dan individu pro-demokrasi.
"Sultan hendaknya menaati saran dan tindakan korektif dari ORI dengan mencabut Pergub 1 Tahun 2021," kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Yogi Zul Fadhli.
Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan ORI DIY, telah terjadi maladministrasi karena ada tindakan tidak patut yang dilakukan Pemda DIY dalam penyusunan pergub. Dalam proses perumusannya, Pemda DIY tidak melibatkan masyarakat sebagai pihak yang terdampak akan kebijakan yang sudah dikeluarkan.
"Sehingga patutnya itu diberikan kesempatan pertama bagi masyarakat untuk memberikan masukan, ini yang tidak dilakukan (Pemda DIY). maka kami berkesimpulan bahwa telah terjadi maladministrasi dalam bentuk tindakan tidak patut dalam proses (penyusunan pergub) itu," kata Kepala Kantor Perwakilan ORI DIY, Budhi Masthuri.