REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -- Aliansi Rakyat untuk Demokrasi Yogyakarta (ARDY) menilai diskusi publik yang digelar Pemda DIY tidak sejalan dengan saran Ombudsman RI (ORI) DIY. Diskusi publik ini digelar sebagai bagian untuk menjalankan saran korektif dari ORI DIY atas temuan maladministrasi terkait Pergub DIY Nomor 1 Tahun 2021.
ORI DIY telah meminta Pemda DIY untuk meninjau kembali pergub tersebut dengan melibatkan masyarakat. Pemda DIY diberikan 30 hari untuk melaksanakan saran berdasarkan laporan hasil pemeriksaan ORI DIY pada 21 Oktober 2021 lalu.
"ORI DIY sangat jelas menyebutkan, saran tindakan korektif adalah meninjau kembali Pergub DIY Nomor 1 tahun 2021, bukan sekedar diskusi publik. Acara yang dihelat oleh gubernur hari ini terkesan cuma jadi ajang sosialisasi dan boleh jadi cuma forum legitimasi semata," kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Yogi Zul Fadhli, Rabu (3/11).
Yogi mengatakan, sebagian besar yang diundang dalam diskusi publik tersebut merupakan komunitas di Malioboro. Sementara, banyak unsur masyarakat lainnya yang tidak dilibatkan dalam diskusi tersebut.
Pemda DIY, katanya, tidak melibatkan elemen masyarakat yang berasal dari gerakan buruh, petani, perempuan, difabel, hingga mahasiswa, Sebab, elemen masyarakat tersebut yang selama ini intensif menyuarakan aspirasi di ruang-ruang publik di DIY.
"Sebagian unsur peserta yang dilibatkan dalam kegiatan tersebut kami nilai kedudukannya bermasalah, terutama didatangkannya aparat-aparat negara yang jelas tidak netral posisinya. Pertama, tentara, lewat Komandan Korem (Danrem ) 072 Pamungkas. Kedua, gubernur juga mengundang Ketua Lembaga Ombudsman DIY (LOD)," ujarnya.
Selain itu, pihaknya juga menyayangkan Pemda DIY yang tidak mengajak lapisan masyarakat yang memiliki kompetensi terkait substansi dari pergub ini. Mulai dari akademisi, pusat studi HAM hingga lembaga-lembaga yang fokus membahas isu demokrasi.
Bahkan, Badan Pusat Statistik (BPS) DIY juga dinilai penting untuk diundang dalam diskusi publik tersebut. Namun, pada pelaksanaannya BPS DIY tidak dihadirkan.
"Pada 2019, BPS DIY merilis Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) untuk DIY mengalami penurunan. Salah satunya adalah variabel kebebasan berpendapat dan partisipasi politik dalam pengambilan keputusan dan pengawasan," jelas Yogi.
Hal ini yang membuat pihaknya berpendapat bahwa diskusi publik itu digelar hanya sebagai forum sosialisasi, bahkan legitimasi bagi Pergub Nomor 1 Tahun 2021. Tentunya, kata Yogi, hal ini tidak sejalan dengan saran tindakan korektif dari ORI DIY ke Pemda DIY.
"ARDY memutuskan tidak hadir dan memilih menunggu hingga 30 hari setelah terbitnya LAHP agar gubernur taat LAHP ORI DIY dengan tinjau ulang dan segera cabut pergub maladministrasi tersebut," tegasnya.