REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Faktor ekonomi dan pernikahan dini masih menjadi pemicu tingginya angka perceraian di Provinsi Jawa Tengah. Data pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng menunjukkan, sepanjang 2020 terjadi lebih dari 65 ribu kasus perceraian di daerahnya.
Kondisi ini, tak pelak membuat pemprov bersama lembaga terkait terus melakukan berbagai cara guna membantu menekan angka perceraian serta pernikahan dini di daerahnya. Salah satunya menggandeng Badan Penasihat Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) serta Kementerian Agama Provinsi Jateng terlibat dalam menyosialisasikan dan melaksanakan bimbingan pranikah.
Wakil Gubernur (Wagub) Jateng, Taj Yasin Maimoen mengungkapkan, berbagai upaya terus dilakukan pemprov untuk menekan angka perceraian dan mencegah pernikahan dini. Selain faktor ekonomi, pernikahan dini juga menjadi salah satu pemicu tingginya angka perceraian di wilayah setempat, yang secara akumulasi mencapai 65.755 kasus pada 2020 lalu.
“Ini angka yang masih cukup tinggi,” ungkapnya, saat mengukuhkan pengurus BP4 Jateng dan Lembaga Pengembangan Tilawatil Quran (LPTQ) Jateng, di gedung Gradhika Bhakti Praja, Semarang, Jumat (12/11).
Oleh karena itu pemprov terus mendorong BP4 Jateng terlibat dalam memberikan edukasi dan pendampingan kepada para remaja usia nikah yang akan berumah tangga. Pemprov, lanjut Taj Yasin, ingin BP4 berperan aktif untuk memberikan edukasi, pembinaan, dan bimbingan kepada anak-anak, supaya ketika menentukan dan memutuskan untuk menikah benar-benar sudah siap.
“Mereka (pasangan yang akan menikah) harus benar-benar telah memiliki mindset tentang tanggung jawab, hak, dan kewajiban sebagai pasangan yang telah menikah atau berumah tangga,” tambah wagub.
Dalam upaya menekan angka pernikahan dini, lanjutnya, pemprov juga telah meluncurkan berbagai program, salah satunya dan menjadi andalan melalui program ‘Jo Kawin Bocah’.
Program tersebut diinisiasi oleh Badan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Kependudukan dan Catatan Sipil (BP3AKB Dukcapil) Provinsi Jateng.
Di lain pihak, upaya pemerintah untuk meminimalisir angka perceraian dan mencegah pernikahan usia dini dengan mendorong masyarakat lebih mengutamakan pendidikan pada anak usia sekolah sudah tepat.
Sebab, meskipun dalam agama diperbolehkan dilaksanakan pernikahan, tetapi karena pemahaman dasar, keilmuan, serta kemapanan para remaja belum mencukupi, maka pemerintah berkewajiban membuat peraturan.
Maka para remaja didorong untuk jangan atau tidak buru-buru menikah terlebih dahulu, namun didorong supaya mereka lebih matang dalam pendidikan sebagai bekal untuk memasuki gerbang pernikahan.
“Sehingga ketika menjalani rumah tangga benar-benar sudah disiapkan segala sesuatunya dan mempunyai kemampuan untuk mewujudkan keluarga yang sakinah, mawadah dan warahmah,” tegas Taj Yasin.
Pemprov juga akan koordinasi dengan kantor kemenag untuk memberikan edukasi dan pendampingan, termasuk dengan BP3AKB melalui program ‘Jo Kawin Bocah’.
“Selain itu, BP4 Jateng diharapkan juga ikut menyinkronkan seluruh elemen terkait untuk bersama-sama berupaya menekan angka perceraian dan pernikahan dini di Jateng,” tambah wagub
Terpisah, Ketua BP4 Jateng, Nur Khoirin mengatakan, lembaganya siap bekerja sama dengan berbagai lembaga terkait. Antara lain BP3AKB, BKKBN, dan Biro Kesejahteraan Rakyat Setda Provinsi Jateng untuk melakukan edukasi kepada masyarakat.
Terutama yang menyangkut dengan aspek-aspek pemicu pernikahan dini. Terlebih saat ini permohonan dispensasi nikah bisa diberikan untuk anak usia di bawah umur 19 tahun.
“Ke depan, kami akan mengedukasi kepada masyarakat. Sebab perkawinan dini yang tidak dilandasi dengan kesiapan dan kematangan dalam menghadapi problem rumah tangga menjadi salah satu pemicu perceraian,” jelasnya.