Selasa 16 Nov 2021 10:33 WIB

Cerita Relief Candi Borobudur dalam Bentuk Animasi

Film animasi Jataka terinspirasi dari relief Jataka Candi Borobudur dan Candi Mendut

Sejumlah wisatawan berada di kawasan Taman Wisata Candi (TWC) Borobudur, Magelang, Jateng
Foto: ANTARA/Anis Efizudin
Sejumlah wisatawan berada di kawasan Taman Wisata Candi (TWC) Borobudur, Magelang, Jateng

REPUBLIKA.CO.ID, MAGELANG -- Balai Konservasi Borobudur (BKB) meluncurkan film animasi Jataka yang terinspirasi dari cerita relief Jataka Candi Borobudur dan Candi Mendut yang terletak di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

Koordinator Aspek Pemanfaatan BKB Yudi Suhartono mengatakan seiring ditetapkannya Candi Borobudur, Mendut, dan Pawon sebagai warisan budaya dunia, maka menjadi tanggung jawab Bangsa Indonesia melakukan upaya pelestariannya berdasarkan kaidah-kaidah pelestarian.

"Salah satu upaya untuk melestarikannya adalah dengan kegiatan publikasi nilai-nilai yang ada di relief, salah satunya adalah relief Jataka," katanya.

Salah satu konten audiovisual dengan target sasaran anak-anak berbentuk film animasi. Film animasi menjadi media baru yang bisa digunakan sebagai sarana pembelajaran yang menarik dan memberikan pengalaman belajar yang baru bagi siswa.

Salah satu film yang sarat akan pendidikan budi pekerti adalah film animasi Jataka yang terinspirasi dari cerita relief Jataka Candi Borobudur dan Candi Mendut. Jataka merupakan kisah perwujudan Boddhisattva dalam berbagai wujud manusia maupun hewan dalam beberapa kehidupan, untuk menunjukkan jalan kebenaran.

Yudi mengatakan tahun 2021 mengangkat dua cerita dari ratusan cerita yang terpahat dalam relief Jataka Candi Borobudur dan Candi Mendut yaitu kisah Burung Bharanda dan Rusa Sharabha. Ia menjelaskan kisah burung Bharanda terdapat pada Candi Mendut menceritakan seekor burung berbadan satu tetapi mempunyai dua kepala.

Pada suatu ketika kepala yang satu mendapatkan makanan enak dan kepala yang lain meminta sedikit, tetapi kepala yang mendapatkan makanan enak tidak mau berbagi, dengan alasan nanti juga akan masuk di perut yang sama. Perbuatan itu berulang hingga akhirnya kepala yang tidak mendapat makanan enak itu memakan makanan beracun.

Kepala yang lain mengingatkan, bahwa bila makanan beracun dimakan maka bisa mengakibatkan kematian dan nasihat itu tidak diterima dan dimakanlah makanan beracun itu dan matilah Si Bharanda.

"Pesan dari cerita ini adalah bila orang tidak mau bertenggang rasa dan tidak sehidup sepenanggungan, maka kecelakaan yang menantinya," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement