Rabu 17 Nov 2021 21:18 WIB

Keterlibatan Aktif Disabilitas dan Perempuan di Jateng

Festival ini mengajarkan perlunya saling belajar, sharing.

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Muhammad Fakhruddin
Keterlibatan Aktif Disabilitas dan Perempuan di Jateng (ilustrasi).
Foto: AJI STYAWAN/ANTARA
Keterlibatan Aktif Disabilitas dan Perempuan di Jateng (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,SEMARANG -- Keterlibatan aktif para penyandang disabilitas dan kelompok perempuan di Jawa Tengah, menjadi cerita Gubernur Jawa Tengah saat menyambut Festival Hak Asasi Manusia (HAM) 2021.

Bahkan orang nomor satu di Provinsi Jawa Tengah tersebut menginginkan agar praktik baik tersebut terus dilakukan di JawaTengah –sekaligus—sebagai media untuk belajar dan saling memperbaiki.

“Saya jadi ingat, saat bersama Wali Kota Semarang mendapatkan kritik, soal tata kota yang belum ramah bagi difabel,” ungkapnya, saat memberikan sambutan pada Festival HAM 2021, Rabu (17/11).  

Menurut gubernur, kritikan tersebut cukup menarik. Karena tidak hanya disampaikan dalam bentuk kalimat, namun juga disertai visual video hingga tak sedikit warganet lainnya yang merespon.

“Buat saya ini penting, dalam rangka memenuhi kebutuhan dan hak- hak waga penyandang disabilitas,” lanjutnya.

Masih seputar pengalamannya, gubernur juga menceritakan kekagumannya kepada para penyandang disabilitas saat- saat menghadapi pandemi Covid-19 di Jawa Tengah.

Karena ada kelompok perempuan datang dan menyampaikan secara nyata kondisinya. Yang luar biasa dari kelompok perempuan tersebut, mereka bisa ‘beralih’ dengan cepat untuk memberikan dukungan.

Yang jualan kue mendadak membuat masker, manakala kelangkaan masker di pasaran membuat ‘gejolak’ di masyarakat. di antara mereka ada yang merupakan komunitas difabel dan komunitas perempuan.

Bahkan di antara perempuan hebat itu, lanjutnya, juga ada kelompok Wadon Wadas, yang merupakan kelompok perempuan dari Desa Wadas, yang berada di kawasan pembangunan Bendungan Bener, Kabupaten Purworejo.

Mereka menyatakan mau memfasilitasi duduk bersama,membicarakan dengan kepala dingin membuka data dengan baik agar kemudian tidak ada anasir- anasir negative terkait problem pembanguna bendungan di daerahnya.

“Bahwa tidak sepakat itu tidak apa- apa, karena pengadilan bisa dipakai untuk menyelesaikan. Namun cara- cara dilog seperti yang disampaikan kelompok Wadon Wadas tersebut memang menurut saya lebih baik,” tegasnya.

Seperti halnya dengan konflik keagamaan yang terjadi di Kota Semarang dan Kabupaten Jepara terkat dengan sengketa pembangunan rumah ibadah Gereja yang akhirnya bisa diselesaikan dengan baik-  baik.

Jika praktek baik ini bisa kita teruskan, maka festival HAM seperti ini bakal lebih berarti. Capeknya panitia tidak sia- sia dan dari festival ini mengajarkan perlunya saling belajar, sharing karena memang tidak ada sesuatu yang sempurna.

Tetapi memperbaiki situasi keadaan dengan metode dan pengalaman baru –menurutnya—juga penting. “Ini saya sampaikan agar festival HAM ini lebih bermakna dan itu menjadi ikhtiar bagi penghormatan terhadap HAM agar jauh lebih baik,” tandas gubernur.

Sementara itu, Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik dalam acara ini juga sependapat dengan Gubernur Jawa Tengah. Menurutnya --dalam menerapkan HAM-- yang dibutuhkan adalah sikap saling menghormati.

Menurutnya, akan capek membaca buku tebal- tebal tentang HAM jika semua tidak bisa saling menghormati. “Dalam perspektif HAM, sebetulnya satu kata yang paling pokok adalah menghormati manusia lain karena sama- sama ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa,” tegasnya.

Dalam acara tersebut, seluruh Bupati dan Wali Kota se- Indonesia diundang. Acara dibuat dengan konsep hybrid (baik secara daring maupun luring).

Menko Polhukam, Mahfud MD juga hadir secara luring dan meresmikan acara Festival HAM 2021. Di lokasi penyelengaraan secara luring juga hadir Ketua Komnas HAM, Ketua Dewan Pengurus Infid dan sejumlah perwakilan NGO internasional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement