REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Saat ini, tatkala kebutuhan mendesak sementara kondisi keuangan mulai menipis, seringkali perilaku berutang menjadi solusi bagi sebagian masyarakat. Pada sebagian lain, utang bahkan sudah menjadi kebiasaan.
Pada masyarakat modern, utang awalnya merupakan cara alternatif dalam pemenuhan kebutuhan yang berubah menjadi gaya hidup. Sebagian orang lebih suka berutang untuk membeli barang mewah ketimbang harus menabungnya terlebih dahulu.
Sistem utang-piutang juga sering terjadi di dunia pengusaha. Padahal menurut pengusaha Muslim, Saptuari Sugiharto ada cara yang lebih efektif ketimbang berutang.
"Jadi ketika berbisnis tidak hanya kita yang muncul di depan, tetapi juga bisa sebagai investor dengan akad syirkah siap untung siap rugi, saling support, mendoakan, dan memberikan masukan," ujar Saptuari saat memberikan sambutan pada acara virtual Bincang Santai Jumat Malam (BISMALAM) dengan tema 'Menjemput Rezeki yang Berkah Dunia Akhirat' yang digelar Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) DIY, Jumat (19/11).
Syirkah merupakan akad antara dua pihak atau lebih yang bersepakat untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan bersama. Dengan kata lain, syirkah menyatukan dua pihak atau lebih dalam berbisnis.
Sejatinya, riba di dalam Islam tidak dibenarkan. Sebagaimana fatwa MUI No 1 Tahun 2004 yang secara tegas menyatakan bahwa praktik bunga dalam perbankan konvensional telah memenuhi kriteria riba nasi'ah, sehingga hukumnya haram.
Sehingga, ia mendorong agar umat Islam selalu bersedekah kepada orang-orang yang terlilit utang. Agar sedikit mengurangi beban yang mereka emban, dan dimulai dengan bersedekah maka kita akan menerima rezeki yang berkah dari Allah SWT.
Dalam acara tersebut, Saptuari juga menjelaskan ketika ingin menjemput rezeki yang berkah maka harus selalu ikhtiar kepada Allah SWT. "Rezeki yang berlimpah dan berkah tentu menjadi dambaan setiap orang. Untuk menjemput rezeki tersebut, antara usaha dan doa haruslah berjalan beriringan, dan biasakan untuk bersedekah ketika menjemputnya," ujarnya.
Terlebih akhir-akhir ini banyak terjadi kasus kekerasan akibat pinjaman online (pinjol) ilegal. Hal tersebut dianggap secara nyata menunjukkan bahwa utang dan riba cenderung membawa kerugian bagi masyarakat.
"Itu sangat miris sekali, karena itu saya tak henti-hentinya mengajak orang, hidup secukupnya saja. Beli jika memang mampu dan butuh. Jika belum, sabar dan menabung, tidak usah makan gaya hidup dengan cara utang," tutur Saptuari.
Tak hanya memaparkan berbagai problem mengenai transaksi ekonomi masyarakat saat ini, Saptuari juga memberikan solusi terkait persoalan tersebut. Beberapa solusi dan tips yang diberikan di antaranya tujuh hari tahan diri, beli sesuatu dengan memprioritaskan fungsinya, gunakan akad salam untuk membeli bahan bangunan, dan menabung untuk investasi.
"Untuk problem bayi tabung dengan sistem kredit itu, sebaiknya praktikan wasilah ilmu sedekah saja. Hal itu akan lebih berkah, sehingga hidupnya juga akan berlimpah keberkahan," tuturnya.
Sementara itu, Sekretaris Umum MES DIY, Edi Sunarto, mengatakan kajian rutin tiap Jumat malam tersebut bertujuan untuk mewujudkan masyarakat Yogyakarta yang dapat bertransaksi ekonomi secara syariah.
"Kita wujudkan masyarakat Yogyakarta untuk melakukan transaksi ekonomi secara syariah. Sehingga kegiatan diskusi seperti ini penting untuk menambah pengetahuan dan pengalaman masyarakat terkait hal tersebut," ujar Edi.
Pembekalan pengetahuan serta pengalaman dalam hal transaksi ekonomi syariah ini, menurut dia, penting agar masyarakat tak terjebak dalam balutan utang dan riba. Sebab, transaksi yang mengandung riba dinilai merugikan satu pihak, sehingga menyebabkan rezeki tidak berkah.