REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -- Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Yogyakarta, Emma Rahmi Aryani mengatakan, pihaknya terus memasifkan testing, tracing dan treatment (3T). Hal ini dilakukan dalam rangka mengantisipasi adanya gelombang ketiga penularan Covid-19.
Terlebih, menjelang libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2022 mengingat wisatawan sudah mulai banyak yang berdatangan ke Kota Yogyakarta. Diharapkan, saat libur Nataru maupun pascalibur Nataru tidak ada kenaikan kasus di Yogyakarta karena sudah dilakukan pendeteksian dini.
"Untuk antisipasi agar tidak terjadi gelombang tiga, kita melaksanakan 3T," kata Emma kepada Republika melalui sambungan telepon, Selasa (23/11).
Meskipun begitu, Emma berharap tidak ada penularan Covid-19 yang terjadi secara meluas di Kota Yogyakarta. Saat ini, penambahan kasus baru terkonfirmasi Covid-19 juga terus turun.
Selain itu, capaian vaksinasi Covid-19 di Kota Yogyakarta juga sudah di atas 100 persen. "Semoga saja dengan capaian vaksin yang sudah tinggi ini, herd immunity atau kekebalan kelompok sudah terbentuk di Yogya, sehingga kalau terpapar ya ringan dan tidak berat," tambahnya.
Emma menuturkan, pihaknya juga mengintensifkan skrining acak terhadap wisatawan di tempat umum dan kawasan wisata seperti Malioboro. Termasuk skrining di sekolah-sekolah, skrining terhadap ASN dan petugas lapangan.
"Di Malioboro kita juga buka Sabtu dan Minggu jam 15.00-17.00 WIB untuk menjaring wisatawan yang belum vaksin, serta sampling pemeriksaan dengan antigen," ujar Emma.
Terkait skrining di sekolah, sudah mulai dilakukan pekan ini. Skrining dilakukan terhadap peserta didik dan tenaga didik menggunakan PCR.
Skrining di sekolah dilakukan untuk memastikan tidak ada penularan Covid-19 yang terjadi di sekolah. Mengingat, saat ini pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas juga berlangsung di Kota Yogyakarta.
Per sekolah, 10 persen dari total peserta didik menjadi sasaran skrining. Pihaknya menargetkan seribu lebih peserta didik dan tenaga didik yang diskrining per harinya.
"Jadi untuk skrining kita ambil per sekolah itu misalnya 30-an siswa dari total 300 murid dengan tiga pendidik untuk diskrining. Kalau siswanya banyak, maka banyak juga yang diskrining, sudah ada hitungan proporsionalnya," jelasnya.