Selasa 30 Nov 2021 14:43 WIB

Kendala Hilirisasi Hasil Riset karena Belum Kuatnya Sinergi

Perlu upaya mengurangi ketergantungan impor mengembangkan industri dalam negeri.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq
Rektor Universitas Gadjah Muda (UGM) Panut Mulyono.
Foto: Republika/Fauzi Ridwan
Rektor Universitas Gadjah Muda (UGM) Panut Mulyono.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta menggelar Forum Riset Industri (FRI) secara daring. FRI merupakan forum yang mempertemukan peneliti UGM dengan mitra industri, mitra dalam dan luar negeri, pemerintah tingkat pusat maupun daerah.

Pertemuan FRI 2021 mengusung tema 'Mewujudkan Kemandirian Industri Farmasi dan Teknologi Kesehatan.' Dalam rangka menjawab tantangan yang harus dihadapi dari kesehatan masa depan untuk terjaminnya kesejahteraan dan kedaulatan nasional.

"Kita merasakan betapa besarnya ketergantungan kita terhadap negara lain dalam mengatasi pandemi, terutama penyediaan vaksin, obat-obatan, dan alat kesehatan," kata Rektor UGM, Prof Panut Mulyono.

Tema ini relevan dengan kondisi saat kebutuhan teknologi kesehatan dan obat Indonesia yang sebagian besar masih harus dipenuhi produk impor. Maka itu, perlu upaya-upaya mengurangi ketergantungan impor mengembangkan industri dalam negeri.

Hal itu untuk meningkatkan ketersediaan obat dan alkes dalam negeri. Indonesia merupakan negara yang dikategori sebagai technology adopter, yang mengandalkan dan menggantungkan teknologi kesehatannya, termasuk obat di negara-negara maju.

Bidang obat, misalnya, 96 persen bahan baku obat diimpor dari negara lain. Senat Akademik UGM pada 2021 telah setuju berdirinya pusat studi baru di UGM, Pusat Studi Industri Farmasi dan Teknologi Kesehatan sebagai penguatan kelembagaan.

Pusat studi ini didirikan dalam rangka mewujudkan kemandirian dan keberlanjutan industri farmasi dan teknologi kesehatan sebagai pusat sinergi. Antara pemangku kebijakan, kepentingan, dan institusi dalam pengembangan dan penghilirisasi.

"Pusat Industri Farmasi dan Teknologi Kesehatan ini juga menyusun kajian-kajian ilmiah demi mendukung penguatan kebijakan dan implementasi berbagai kebijakan," ujar Panut.

Ia menilai, kendala hilirisasi hasil riset dan inovasi perguruan tinggi sering kali disebabkan belum kuat sinergi antara perguruan tinggi dan industri. Maka itu, sejak 2009 UGM rutin menggelar FRI untuk mempertemukan elemen-elemen itu.

Tujuannya, mensinergikan tema-tema dan program-program riset yang dapat dihilirkan dan bermanfaat bagi masyarakat. Pada kesempatan ini, rektor UGM menandatangani MoU dengan PT Cheil Jedang Indonesia dan MoU dengan PT Tristem Medika Indonesia.

"Dengan sinergi kuat antara perguruan tinggi dengan berbagai pihak, termasuk industri, dapat mempercepat penerapan dan pemanfaatan hasil-hasil riset dan inovasi yang dilakukan oleh para peneliti dan inventor di perguruan tinggi," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement