Kamis 02 Dec 2021 18:53 WIB

'Indonesia Perlu Persiapkan Kepemimpinan Transformatif'

Salah satu ciri pemimpin adalah harus visioner.

Rep: My39/ Red: Fernan Rahadi
Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, saat mengisi acara Fisipol
Foto: Tangkapan layar Zoom
Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, saat mengisi acara Fisipol "Leadership Forum: Road to 2024", Kamis (2/12).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kepemimpinan bangsa yang mumpuni adalah kunci menuju Indonesia yang demokratis, maju, dan berdaulat. Oleh karena itu, generasi muda yang melanjutkan kepemimpinan politik Indonesia tersebut perlu dipersiapkan sejak saat ini agar lebih inovatif dan transformatif. 

"Kita yakin kemimpinan politik Indonesia di masa demokrasi ini harus bisa berasal dari berbagai sumber kepemimpinan. Dalam kesempatan ini kita akan belajar bersama bahwa demokratisasi dan desentralisasi memberikan ruang bagi kepemimpinan-kemimpinan yang luar biasa inovatif dan transformatif untuk masa depan Indonesia," ujar Dekan Fisipol UGM, Wawan Mas'udi, saat memberikan sambutan dalam acara Fisipol "Leadership Forum: Road to 2024", Kamis (2/12).

Hal tersebut disebabkan oleh tantangan menjadi seorang pemimpin yang sangat beragam, mulai dari tantangan kesehatan masyarakat, investasi, ekonomi, dan sebagainya. Hal tersebut membuat seorang calon pemimpin harus memiliki strategi-strategi jitu untuk mengatasi berbagai problem mendatang yang pasti semakin kompleks. 

"Berbagai strategi yang harus dihadapi itu setidaknya ada tujuh, yakni harus jadi juara investasi, kedaulatan pangan, infrastruktur kesehatan, manufakturing 4.0, digital,  ekonomi hijau, dan pariwisata regional," tutur Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, yang menjadi pembicara dalam acara tersebut. 

Pria yang akrab disapa Kang Emil ini juga mengatakan, salah satu ciri pemimpin adalah harus visioner. Ia mengajak para peserta untuk belajar dari Bung Karno yang memiliki pemikiran jangka panjang. Selain itu, ia juga menjelaskan, ia memiliki filosofi politik dengan dua nilai, yaitu filosofi akal sehat dan filosofi tahu diri. 

"Filosofi akal sehat kadang membuat saya melawan arus, contohnya ketika saya menolak pemerintah Indonesia mau mengimpor beras, karena petani saya petani beras. Sementara politik tahu diri adalah saya harus memahami kekurangan saya dan melihat apa yang ada di depan mata saya, sehingga tidak melakukan hal-hal yang jauh melebihi apa yang ada di depan mata," katanya. 

Hal tersebut dinilai penting untuk dimiliki oleh generasi pemimpin masa depan. Sebab, dengan begitu, seseorang akan menjadi pemimpin yang mampu menyuarakan segala hal yang dirasakan oleh masyarakat. 

Lebih dari itu, seorang pemimpin yang baik dituntut untuk tidak menolak adanya perubahan peradaban, seperti teknologi. Dalam hal ini pemimpin justru harus mengikuti perkembangan teknologi tersebut untuk menjalankan berbagai program. Misalnya, yang dilakukan oleh Emil, menyeleksi orang untuk menduduki sebuah jabatan sesuai catatan penilaian sebuah sistem. 

"Satu-satunya daerah yang tidak mengikuti lelang jabatan di republik ini, hanya Jawa Barat. Saking internal affairs (IA)-nya kami dalam menyeleksi orang. Sehingga tidak ada lagi jual beli jabatan," kata Emil.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement