REPUBLIKA.CO.ID, LUMAJANG -- "Allahuakbar... Allahuakbar...." suara azan tepat pada Jumat (10/12) sekitar pukul 11.20 WIB, terdengar jelas dari Balai Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Dari kejauhan tampak beberapa warga laki-laki bersarung dan berkopyah keluar dari rumahnya.
Ada yang membawa sepeda motor, ada juga yang berjalan kaki. Tujuannya sama, yaitu ke masjid untuk menunaikan sholat Jumat. Di kaki Gunung Semeru tersebut, tepatnya di Jalan Candipuro, terdapat masjid yang bangunannya berkubah besar bercat hijau. Masjid Jami' Al Amin namanya.
Di masjid yang terletak di pinggir jalur provinsi tersebut, sama seperti biasanya, jamaahnya penuh setiap sholat Jumat. Namun bedanya, jamaah sholat Jumat didominasi bukan oleh warga, tapi petugas dari kepolisian, TNI, serta relawan berbagai elemen. Tetap penuh. Bahkan, membludak jamaahnya sampai ke halaman masjid.
Setelah azan berkumandang, bergantian jamaah duduk. Ada juga yang melaksanakan shalat sunnah terlebih dahulu. Tidak lama setelah itu, sang khatib Ustaz Syueb, naik ke mimbar. Tidak lama, warga asli Desa Sumberwuluh tersebut berceramah. Selain mengajak bersyukur kepada Allah SWT, Ustaz Syueb juga meminta masyarakat tak berhenti berdoa agar ujian berupa bencana dapat segera berlalu.
Sholat Jumat pekan ini memang sama seperti sebelumnya. Tapi, ini adalah sholat Jumat pertama usai terjadi peningkatan aktivitas Gunung Semeru pada Sabtu (4/12) sekitar pukul 15.00 WIB. Selain Desa Sumberwuluh, warga terdampak awan panas guguran Gunung Semeru juga berimbas ke warga Kecamatan Pronojiwo. Ribuan warga terpaksa harus meninggalkan rumahnya untuk mengungsi.
Bahkan, ratusan kepala keluarga harus kehilangan tempat tinggal karena rumahnya tertimbun abu vulkanik disertai material. Di Kecamatan Candipuro, peristiwa itu melanda permukiman Kampung Renteng di Dusun Curah Koboan, serta di Dusun Kamar Kajang. Tak terkecuali berimbas pada kegiatan ibadah masyarakat setempat.
Masjid yang saat sholat wajib selalu didatangi jamaah, praktis saat ini jarang yang dikunjungi. Hal ini masjid di lingkungan tempat tinggal mereka terdampak langsung awan panas guguran dan membahayakan siapa pun yang beraktivitas di kawasan tersebut. Di Desa Sumberwuluh sebenarnya memiliki banyak tempat ibadah, namun berupa mushola, yang tidak bisa digunakan untuk kegiatan sholat Jumat.
Sholat Jumat digelar di masjid yang secara luas bangunan memang lebih besar dari mushola. Di sana terdapat beberapa masjid, salah satunya Masjid Jami' Al Amin, Masjid Al Falah di Dusun Kebondeli Utara, Masjid Nurul Huda di Dusun Kamar Kajang dan beberapa masjid lainnya.
Beberapa warga mengaku tidak khawatir mengikuti jamaah sholat Jumat di masjid, meski wilayahnya belum lama ini terdampak awan panas guguran Gunung Semeru. "Tidak takut Mas. Apalagi sholat Jumat kan kewajiban umat Muslim," ucap salah seorang jamaah, Tain, ditemui usai sholat Jumat.
Dia juga berharap agar situasi kembali normal seperti semula dan tidak diliputi rasa waswas terjadi bencana susulan. Menurut Tain, warga kalau siang tidak terlalu khawatir, tapi berbeda pada malam hari, warga mengungsi di tempat lebih aman. "Mohon doanya agar semua segera berlalu dan masyarakat kembali beraktivitas seperti biasa," katanya.
Hal senada disampaikan H Samsul, salah seorang tokoh masyarakat setempat. Ditemui usai sholat Jumat, ia berharap doa dari seluruh warga Indonesia agar diberi kesehatan dan keselamatan. Samsul bersyukur rumahnya tidak terdampak langsung dan masih bisa digunakan sebagai tempat tinggal. "Tapi warga di dusun-dusun yang terdampak langsung itu lebih memprihatinkan. Semoga ujian ini bisa kami lewati bersama," ucapnya.
Menurut dia, hikmah utama yang bisa diambil dari ujian bencana awan panas guguran Gunung Semeru kali ini adalah memperingatkan agar masyarakat selalu mengingat dan berserah diri kepada Allah SWT. "Ini untuk mengingatkan kita semua. Sebagai umat Islam, mari tingkatkan amal ibadah kita, mari perkuat akidah kita dan lakukan apa yang diperintahkan Allah SWT," kata Abah Samsul, sapaannya.