Selasa 14 Dec 2021 10:01 WIB

Naiknya Cabai Rawit Akibat Tingginya Curah Hujan

Tingginya curah hujan membuat produksi cabai berkurang.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Fuji Pratiwi
Pedagang cabai rawit (ilustrasi). Naiknya harga cabai rawit di Jawa Timur akibat tingginya curah hujan.
Foto: Antara/Adwit B Pramono
Pedagang cabai rawit (ilustrasi). Naiknya harga cabai rawit di Jawa Timur akibat tingginya curah hujan.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Wakil Ketua Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia (AACI) Jawa Timur, Nanang Triatmoko, mengungkapkan, terjadinya peningkatan harga cabai rawit, menjelang natal dan tahun baru (Nataru). Di tingkat petani saja, kata dia, harga cabai rawit mencapai Rp 50 ribu per kilogram. Berdasarkan data Sistem Informasi Ketersediaan dan Perkembangan Harga Bahan Pokok (Siskaperbapo) Jatim harga rata-rata cabai rawit di wilayah setempat Rp 78.327 per kilogram.

Di Kota Surabaya, harga cabai rawit di Pasar Genteng sebesar Rp 60.000. Kemudian di Pasar Keputran mencapai Rp 100.000, di Pasar Pucang Anom Rp 90.000, di Pasar Tambahrejo Rp 78.000, dan di Pasar Wonokromo Rp 90.000. "Meningkatnya harga ini disebabkan stok dan produksinya yang mulai berkurang akibat curah hujan yang cukup tinggi," kata Nanang, Selasa (14/12).

Baca Juga

Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jatim, Hadi Sulistyo, mengatakan, berdasarkan perkembangan tanaman tegakan pada kuartal ketiga 2021, potensi luas panen komoditas cabai rawit pada November seluas 1.441 hektar dan Desember seluas 8.764 hektar. Sesuai kondisi tersebut, potensi produksi komoditas cabai rawit di November mencapai 7.347 ton dan potensi produksi Desember sebesar 16.583 ton. 

"Potensi ketersediaan cabai rawit pada  November surplus sebesar 1.816 ton dan  Desember diprediksi surplus 11.052 ton," ujar Hadi.

Demikian halnya akumulatif dalam setahun capaian produksi cabai rawit sepanjang 2021 di Jawa Timur mencapai 474,192 ton atau surplus tahunannya mencapai 407.820 ton. Hadi menambahkan, daerah yang panenan cabai rawitnya cukup luas di akhir 2021 ini beradadalah Blitar, Malang, Jember, Lumajang, Sumenep, dan Probolinggo.  

"Untuk mempertahankan ketersediaan cabai ini, beberapa hal menjadi perhatian. Antara lain mengantisipasi adanya dampak La Nina berupa bencana hidrometeorologi banjir yang berpotensi mengancam sektor pertanian. Selain itu optimalisasi pewaspadaan terjadinya peningkatan serangan organisme penganggu tumbuhan, karena musim hujan memiliki kelembaban tinggi," ujar Hadi.

Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji mengatakan Pemerintah Kota Surabaya telah menggelar operasi pasar di seluruh kecamatan di Kota Pahlawan dan upaya menstabilkan harga kebutuhan menjelang Nataru. Salah satu komoditas yang dijual dalam operasi pasar tersebut adalah cabai.

"Memang menjadi siklusnya saat pergantian musim dan bertepatan dengan natal dan tahun baru. Selain itu, turunya level PPKM menyebabkan permintaan cabai tinggi karena restoran sudah buka kembali," kata Armuji.

Oleh karena itu, ia mengajak warga mengoptimalkan lahan-lahan pekarangan yang ada di sekitar rumah untuk bisa ditanami tanaman pangan produktif seperti cabai, terong, dan sayur mayur. "Dengan begitu, kemandirian pangan kita akan lebih terjaga. Tidak butuh lahan luas, ada yang menggunakan pot, bisa tumbuh cabai," kata dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement