REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pengamat seni dan budaya, Ki M Dwi Marianto, menyoroti konsep pendidikan Tamansiswa. Bahwa dalam pendidikan harus memuat kecerdasan tubuh, musik, dan estetika yang bisa mengembangkan siswa.
"Pemikiran Ki Hajar Dewantara harus dirumuskan ulang, direinterpretasi setiap saat, apakah masih relevan atau perlu didaras kembali supaya sesuai dengan situasi zaman ini," ujarnya dalam seminar "Membangun Tamansiswa melalui Seni dan Budaya" yang digelar Alumni Lintas Angkatan Seni Rupa Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) Yogyakarta saat pameran besar di Taman Budaya, Rabu (29/12).
Lebih lanjut, dalam seni rupa terdapat conceptual art yang mengajarkan bahwa seniman tidak hanya merefleksi seni, tetapi juga harus terlibat secara ekoestetika. Artinya, ketika seniman mengonsepsikan cara pandang estetikanya, jangan hanya dibatasi dengan keindahan fisik dan bentuk tetapi juga melibatkan ekosistem.
"Melalui seni rupa, kesenian Tamansiswa jangan hanya berkutat dengan masa lalu, tetapi juga harus melihat apa yang dibutuhkan pada zaman sekarang. Jadi, saya mengusulkan adanya sikap keterlibatan para warga yang bersifat eko-estetik dalam lingkungan supaya kita mempunyai ekoestetika engagement," tutur Dwi Marianto.
Lembaga pendidikan Tamansiswa yang digagas oleh Ki Hajar Dewantara pada tahun 1922 kini kian meredup. Menginjak usianya yang ke-100, potensi Tamansiswa diharapkan bisa membangkitkan kembali kejayaan seperti tahun-tahun sebelumnya.
Pemikiran dan nilai luhur yang diajarkan Ki Hajar Dewantara berhasil membuka pandangan tentang dunia. Tamansiswa telah berjasa membuka pikiran-pikiran bebas yang kreatif dan menarik. Melalui pameran di Taman Budaya, produk seni merupakan kekuatan yang luar biasa untuk membangun Tamansiswa.
Seniman Ki Shyanagra Ismail mengatakan, bangunan Tamansiswa memiliki filosofi yang luar biasa. Bagian depan terdapat pendopo sebagai kekuatan membangun masyarakat melalui kesenian, pidato tentang kebudayaan, dan pikiran-pikiran cerdas yang memajukan. Kemudian, di sebelah pendopo terdapat perpustakaan yang berfungsi menciptakan kecerdasan. Ada juga museum sebagai rasa penghargaan kepada manusia.
Namun, filosofi tersebut tidak didukung dengan kondisi bangunan yang apik. Menurutnya, kondisi perpustakaan sekarang masih terlalu sederhana dan kurang menarik pengunjung. Selain itu, masih ada pula ruangan yang kurang berfungsi dengan baik. Gedung Tamansiswa seharusnya bisa lebih megah dan perlu perbaikan.
"Ruang majelis luhur yang di sebelah sayap kiri itu ruangan yang menurut saya tak berguna, itu bisa kita rombak menjadi ruang pameran apa saja, terutama lukisan pameran kebudayaan yang istimewa dari seluruh dunia, karena di situ tempatnya gagasan-gagasan," ucap Ki Shyanagra.