Rabu 05 Jan 2022 08:50 WIB

'Perlu Ada Penguatan Nilai Agama dan Kebangsaan yang Fundamental'

Hal tersebut perlu dilakukan sebagai upaya untuk mengembalikan karakter luhur bangsa.

Pendidikan agama pada anak (Ilustrasi)
Foto: Republika TV
Pendidikan agama pada anak (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Keberagaman telah menjadi ciri khas bangsa Indonesia sejak ibu pertiwi ini lahir, yang diakui oleh seluruh penjuru dunia. Pluralisme dinilai telah membentuk kultur bangsa ini yang toleran dan mencintai sesama. Namun, dewasa ini kerap kali kita jumpai praktik-praktik intoleransi yang mencoreng nilai luhur dan kearifan lokal budaya bangsa ini.

Ketua Pengurus Besar (PB Al-Washliyah) Mahmudi Affan Rangkuti turut menyayangkan fenomena yang kerap terjadi belakangan ini dalam kurun waktu tahun 2021 lalu. Menurutnya, perlu ada penguatan nilai-nilai agama dan kebangsaan yang fundamental khususnya dalam hal keberagaman, sejak dini melalui aspek pendidikan dan moderasi beragama.

"Pendidikan dan melalui moderasi beragama inilah yang saya kira adalah cara jitu untuk dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan untuk disampaikan kepada masyarakat untuk selalu menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi itu sendiri," ujar Mahmudi Affan Rangkuti,  di Jakarta, Selasa (4/1).

Ia melanjutkan, hal tersebut perlu dilakukan sebagai upaya untuk mengembalikan karakter luhur bangsa terkait hidup masyarakat bangsa secara bersama-sama dan saling berdampingan dalam bingkai toleransi yang ada di negeri ini. Sehingga menurutnya perlu bahwa moderasi begarama diintegrasikan dalam kurikulum Pendidikan.

"Moderasi beragama perlu untuk menjadi mata ajar di sekolah-sekolah. Moderasi Beragama ini sangat memiliki banyak manfaat sebagai pengungkit sifat dan naluri kemanusiaan. Yang mana pada dasarnya sifat dan naluri manusia ini diciptakan untuk selalu mendambakan rasa cinta, kasih dan sayang. Ini perlu dilakukan secara berkesinambungan mulai dari Pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi,"jelasnya.

Sehingga menurutnya dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi itulah yang dirasanya sangat penting untuk diajakan tentang nilai-nilai toleransi dan moderasi beragama itu kepada masayrakat. 

"Sehingga setelah mereka itu selesai menempuh pendidikan tinggal mempertebal atau memperdalam kembali toleransi dan  moderasi beragama itu. Ini agar tidak hilang begitu saja misalnya akibat dari adanya budaya-budaya luar yang masuk yang bisa merusak budaya yang dimiliki bangsa ini," katanya.

Pria yang juga merupakan Anggota Gugus Tugas Pemuka Lintas Agama BNPT RI ini menilai, maraknya kasus dan praktik intoleransi di negeri ini beberapa tahun belakangan ini tidak lepas dari kurangnya rasa memahami arti nilai keluhuran atas rasa cinta dan kasih sayang.

"Manusia adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang paling sempurna karena memiliki akal dan pikiran, Akal dan pikiran ini semua berbasis cinta, kasih dan sayang, maka perbuatan kepada manusia lainnya juga semestinya atas nama tersebut. Ini yang mesti ditanamkan agar pemahaman itu semakin kuat," ujarnya.

Mahmudi menjelaskan, dari sudut pandang ajaran Islam sejatinya toleransi adalah keniscayaan, buah dari nilai-nilai bahwa Islam adalah agama yang damai. Konsep rahmatal lil ‘alamin, memiliki arti agama yang mengayomi seluruh alam. Islam selalu menawarkan dialog dan toleransi dalam bentuk saling menghormati bukan memaksa.

"Karena keragamaan umat manusia dalam beragama adalah kehendak Allah SWT. Menolak keragaman, maka sama halnya menolak kehendak Allah SWT. Maka titik temu dalam keragaman adalah toleransi dalam bentuk moderasi atau menjadi titik tengah. Tidak ke kiri dan juga tidak ke kanan," ungkap Ketua Umum Pengurus Besar Forum Komunikasi Alumni Petugas Haji Indonesia (PB FKAPHI) tersebut.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement