REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Kepolisian Resor (Polres) Bantul mengamankan seorang tersangka kasus tindak pidana pencabulan berinisial NY (50). Pria asal Kecamatan Pandak, Kabupaten Bantul, DIY tersebut melakukan tindak pidana pencabulan kepada anaknya yang masih di bawah umur dan adik iparnya sendiri.
Kapolres Bantul, AKBP Ihsan SIK mengatakan, pelaku diamankan pada Selasa (4/1) kemarin. Ihsan menjelaskan, pencabulan terhadap anaknya sendiri ternyata sudah dilakukan berulang-ulang sejak anak berinisial FD (17) tersebut menginjak kelas 5 SD.
"Kalau keterangan dari korban setelah kita periksa, (tersangka) melakukan pencabulan lebih dari lima Kali (saat SD). Berlanjut saat korban menginjak kelas 1 SMP lebih kurang tujuh kali dan berlanjut lagi saat korban saat sudah memasuki (pendidikan) di tingkat SMK," kata Ihsan di Mapolres Bantul, Rabu (5/1).
Hal ini, kata Ihsan, membuat korban tertekan dan akhirnya bercerita kepada guru bimbingan konseling (BK) yang ada di sekolahnya. Awalnya, korban mengirim pesan WhatsApp kepada guru BK.
"Kemudian dilakukan konseling oleh guru BK, di mana korban mengakui merasa tertekan karena pelaku meminta terus untuk melakukan pencabulan seperti sebelum-sebelumnya saat korban masih sekolah di tingkat SD, SMP termasuk saat SMK kelas satu," ujar Ihsan.
Korban memutuskan untuk mengirim pesan melalui WhatsApp kepada guru BK dikarenakan anak diancam oleh tersangka. Tersangka mengancam korban dengan tidak akan memberi uang dan tidak akan diperlakukan sebagai anak jika menolak ajakan korban untuk melakukan tindak pidana pencabulan.
"Saat pelaku mengirim pesan WhatsApp, pelaku mengancam korban dengan intinya pelaku ingin kembali mengajak korban untuk melakukan tindak pidana pencabulan, tapi ditolak dan korban mendapat ancaman," katanya menambahkan.
Berdasarkan hasil konseling tersebut, guru BK mengambil inisiatif untuk melaporkan hal tersebut pemerintah desa dan bhabinkamtibmas setempat. Dari pemerintah desa dan bhabinkamtibmas sendiri langsung mendatangi rumah pelaku dan dibawa ke Mapolres Bantul.
Setelah itu, kepolisian melakukan pemeriksaan secara berkelanjutan. Termasuk meminta keterangan dari berbagai saksi termasuk korban yang didampingi oleh psikolog.
"Kami hadirkan psikologi untuk memberikan keterangan terkait kondisi psikis (korban) dan kami sudah memeriksa guru BK dan dukuh (kepala desa). Atas hasil pemeriksaan, kami menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka dan dilakukan penanganan, ini bentuk respons kami untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan," jelas Ihsan.
Motif pelaku melakukan pencabulan sendiri dikarenakan suka dengan korban. Tempat kejadian pencabulan dilakukan di rumah pelaku saat kondisi rumah sepi.
"Modusnya menunggu situasi sepi, rumah dan dapurnya kita cek lokasinya berjauhan. Saat istrinya di dapur, di rumah sepi dan TKP-nya semua dilakukan di rumah," jelasnya.
Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan, keterangan dari pelaku juga menyebutkan sempat melakukan tindak pidana pencabulan hingga menghamili adik iparnya sendiri. Saat ini, anaknya dari hasil perbuatannya tersebut diadopsi dan tinggal di rumahnya bersama istrinya.
"Kita gali keterangannya pelaku dan dia sudah menghamili adik dari istrinya. Sudah lahir anaknya dan sudah berumur empat tahun dan tinggal serumah," katanya.
Tersangka pun dikenakan Pasal 82 Ayat 1 Jo 76 E dan Ayat 2 UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Tersangka pun diancam pidana minimal tahun dan maksimal 15 tahun penjara. Pihaknya juga sudah mengumpulkan barang bukti berupa celana dan kaos yang dikenakan korban saat terjadinya tindak pidana pencabulan, termasuk bukti dari pesan WhatsApp.
"Dua alat bukti, sehingga kami berani untuk menetapkan tersangka. Sudah kami tahan agar tidak terjadi korban-korban lainnya," katanya menambahkan.