REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak meminta masyarakat bersabar dan menunggu aturan dari pemerintah terkait pelaksanaan vaksin booster. Emil menekankan masyarakat yang khendak memperoleh vaksin booster harus melalui jalur resmi pemerintah, bukan perorangan.
"Jadi kami benar-benar meminta, bukan sekedar mengimbau bahkan memohon masyarakat untuk kaitan dengan booster ini harus melalui jalur pemerintah. Apa pun itu nantinya ada jalur mandirinya tetapi pemerintah yang akan memberikan direction," kata Emil di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Jumat (7/1).
Emil menjelaskan, menurut Kementerian Kesehatan memang ada sejumlah kalangan yang mendapatkan fasilitasi vaksin booster dari pemerintah. Misalnya bagi para tenaga kesehatan yang memang sebagai garda terdepan dalam menangani Covid-19.
"Kaitan dengan booster, Menteri Kesehatan sudah menyampaikan bahwa memang akan ada yang mendapatkan sebagai bentuk fasilitasi pemerintah dan ada jalur mandiri," ujarnya.
Lebih lanjut Mantan Bupati Trenggalek ini menjelaskan, untuk mengakses vaksin booster jalur mandiri pun hendaknya tidak diartikan oleh masyarakat sebagai bebas tanpa aturan. Karena, kata dia, tentunya akan ada beberapa hal yang harus diperhatikan.
"Mandirinya ini juga jangan diasumsikan mandiri kemudian nyari-nyari sendiri," kata dia.
Emil mempunyai beberapa alasan kuat mengapa masyarakat harus menunggu aturan dari pemerintah terkait booster. Di antaranya dikhawatirkan vaksin booster-nya tidak memenuhi persyaratan, atau bisa juga vaksinnya sudah sesuai persyaratan tetapi metode penyimpanannya tidak sesuai standar. Sehingga ditakutkan akan menimbulkan permasalahan di kemudian hari.
"Kita juga khawatir kalau ternyata vaksin tersebut tidak memenuhi persyaratan dalam hal katakanlah vaksinnya benar sekalipun kalau penyimpanannya salah kan risiko," kata dia.
Kasi Humas Polrestabes Surabaya, Kompol Muchamad Fakih mengaku pihaknya tengah menyelidiki terkait adanya dugaan kasus jual beli vaksin booster ilegal di Surabaya. Satreskrim Polrestabes Surabaya diakuinya telah mendatangi tempat yang diduga dijadikan tempat penyuntikan vaksin booster berbayar tersebut.
"Kami dari Reskrim telah melakukan penyelidikan di tempat-tempat yang dituju sesuai dengan yang ada di video maupun di Youtube. Kita ke sana ke tempat-tempat yang diduga untuk melakukan booster berbayar itu," ujar Fakih.
Namun demikian, Fakih mengaku belum menemukan bukti-bukti kuat terkait dugaan adanya praktik jual beli vaksin booster ilegal tersebut. Fakih mengakui adanya kendala-kendala dalam prosea penyelidikan dan pengumpulan barang bukti. Meskipun tidak menjelaskan secara detail kendala apa yang dimaksud.
"Untuk barang bukti dan sebagainya belum kita temukan. Kami masih berusaha. Ya memang ada beberapa kendala namun itu tidak menyulitkan kami untuk melakukan penyelidikan ini," ujarnya.
Fakih menegaskan, hingga saat ini belum ada pihak yang ditangkap terkait kasus tersebut. Pihaknya baru memeriksa saksi yang merupakan pemilik tempat dilangsungkannya vaksin booster berbayar tersebut. Fakih juga mengaku belum mengetahui siapa saja yang telah membayar untuk mendapatkan vaksin booster tersebut.
"Untuk saksi yang kita mintai keterangan itu yang memiliki tempat untuk pelaksanaan kegiatan itu. Ini masih kita dalami. Statusnya masih saksi. Sementara kita belum tahu mereka yang sebagai meminta vaksin," kata Fakih.
Sebelumnya, Dinas Kesehatan Kota Surabaya telah melaporkan dugaan sindikat jual beli vaksin booster berbayar dan ilegal di Kota Pahlawan ke Polrestabes Surabaya. Kepala Dinkes Kota Surabaya, Nanik Sukristina mengatakan, pelaporan dilakukan setelah adanya seorang warga yang mengaku mendapatkan vaksin booster berjenis Sinovac dengan membayar Rp 250 ribu.
”Terkait kasus tersebut, Dinas Kesehatan Kota Surabaya telah melaporkan ke Polrestabes Surabaya dan saat ini ditangani Kasatreskrim Polrestabes,” kata Nanik.