Senin 10 Jan 2022 10:07 WIB

Kota Mojokerto Daerah Stunting Terendah di Jatim

Kekerdilan itu dari hasil pemeriksaan perawakan tinggi badan yang tidak sesuai.

Kota Mojokerto Daerah Stunting Terendah di Jatim (ilustrasi).
Foto: Kemenkominfo
Kota Mojokerto Daerah Stunting Terendah di Jatim (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,KOTA MOJOKERTO -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia merilis Kota Mojokerto pada tahun 2021 merupakan daerah dengan kasus kekerdilan (stunting) terendah di Jawa Timur, yakni 6,9 persen.

Dalam rilis Kemenkes tersebut juga disebutkan bahwa problem kekerdilan di Jatim mencapai 23,5 persen dan tertinggi di provinsi itu berada di Kabupaten Bangkalan, yakni 38,9 persen dan terendah adalah Kota Mojokerto yang ada di angka 6,9 persen, disusul Kota Madiun 12,4 persen dan ketiga terendah adalah Kota Blitar dengan 12,9 persen.

Menanggapi rendahnya angka kekerdilan di Kota Mojokerto tersebut, Sekretaris Dinas Kesehatan setempat, Farida Mariana menyampaikan survei tersebut berasal dari status gizi Indonesia yang dilaksanakan Balitbang Kemenkes. "Jadi, mereka pakai sampling dan kebetulan Kota Mojokerto disampling cukup banyak, jadi validitas angka itu cukup tinggi dan itu survei resmi tahun 2021," ujarnya, Senin (10/1/2021).

Menurut dia, kekerdilan itu dari hasil pemeriksaan perawakan tinggi badan yang tidak sesuai. "Kalau dari hasil kami sekitar 515 anak. Itu nanti yang ketemu kami konsultasikan ke dokter spesialis anak yang ada di Puskesmas," kata dia.

Ia mengatakan kekerdilan tersebut, perlu dilihat penyebab perawakan pendeknya karena apa, kalau misal karena orang tua pendek tak masalah, karena dari turunan dan genetik. "Namun, jika itu dari pola asuh yang kurang atau karena penyakit, harus diintervensi. Sebab, itu adalah kekerdilan," ujarnya.

Secara terpisah Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari mengatakan dalam persoalan kekerdilan ini ditangani mulai dari hulu ke hilir secara preventif, yakni mulai dari calon pengantin dan pada saat hamil serta lahir bayi. Jangan sampai anak kurang gizi atau salah pola asuh.

"Pas balita udah kadung kerdil kami kawal dari sisi gizi, tapi itu pun tak bisa Dinkes saja yang gerak. Ini proses 'keroyokan', jadi lintas OPD bergerak, harapannya bisa diturunkan," ujarnya.

Rendahnya angka kekerdilan ini, katanya, juga bisa diartikan adanya kesejahteraan di masyarakat Kota Mojokerto. "Jadi, sudah banyak kegiatan dari berbagai OPD, misalnya dari Diskoperindag bagaimana inkubasi wirausaha yang mampu mengerek pendapatan warga miskin yang akhirnya balita kita yang tadinya kurang gizi jadi terangkat," kata perempuan yang biasa disapa Ning Ita ini.

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement