REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Universitas Brawijaya (UB) Malang mengukuhkan dua profesor baru di Gedung Samantha Krida, Kota Malang, Sabtu (29/1/2022). Keduanya merupakan profesor ke-285 dan 286 yang dihasilkan UB selama ini.
Sri Wahjuningsih merupakan profesor aktif ke-19 dari Fakultas Peternakan (Fapet) UB. Perempuan berhijab ini juga menjadi profesor aktif ke-159 di UB. Lalu juga tercatat sebagai profesor ke-285 dari seluruh profesor yang telah dihasilkan UB.
Dalam pidatonya, Sri mengangkat penelitian tentang pemanfaatan daun kelor untuk peningkatan kualitas semen beku pada kambing jantan. Menurutnya, inseminasi buatan memberikan kontribusi signifikan dan aplikatif untuk peningkatan populasi. “Selain itu juga dapat meningkatkan mutu genetik ternak, produktivitas dan kinerja produksi," katanya.
Sri menilai keberhasilan proses ini bergantung pada ketersediaan semen beku yang berkualitas baik. Namun pada praktiknya, permasalahan yang dihadapi lebih pada proses kriopreservasi dan thawing semen. Proses ini bisa menyebabkan tingkat kerusakan yang signifikan pada spermatozoa.
Pada dasarnya, kata Sri, penelitiannya bertujuan untuk mendapatkan formula pengencer semen kambing. Formula ini ditunjukkan agar mampu melindungi spermatozoa dari cold shock. Hal ini terutama pada proses kriopreservasi, thawing, serta memiliki daya preservasi yang tinggi.
Penelitian yang dilakukan Sri menggunakan ekstrak daun Moringa oleifera. Penggunaan ini dinilai mampu mengencerkan dan berpotensi meningkatkan kualitas semen beku kambing.
Untuk diketahui, Moringa oleifera atau daun kelor merupakan tanaman herbal yang banyak dijumpai di masyarakat. Daun ini juga dikenal sebagai tanaman yang kaya manfaat dalam tiap bagian tanamannya.
Selain Sri, Muhammad Musa juga menjadi profesor yang dikukuhkan oleh pimpinan UB. Musa tercatat sebagai profesor aktif ke-13 dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) dan profesor aktif ke-160 di UB.
Kemudian juga menjadi profesor ke-286 dari seluruh profesor yang telah dihasilkan UB. Melalui pidatonya, Musa melihat permasalahan yang pernah terjadi dan hancurnya usaha pertambakan di Indonesia pada waktu yang lalu, khususnya di Jawa Timur.
"Hal ini menimbulkan suatu pertanyaan, 'sejauh mana perencanaan pembangunan pertambakan yang ada selama ini memikirkan aspek daya dukung lingkungan dalam usahanya'," katanya.
Kegagalan-kegagalan yang dialami oleh petambak mengilustrasikan lemahnya perencanaan pembangunan tambak. Pembangunan ini dianggap tidak mempertimbangkan aspek daya dukung lingkungan sebagai variabel penentu produksinya.
Menurut Musa, usaha pertambakan yang hanya mengandalkan ekonomi dan tidak berkelanjutan (sustainable). Kondisi ini terjadi karena mengabaikan daya dukung lingkungannya dan perencanaan pengelolaan wilayah pesisir yang tepat.
Pada kesempatan sama, Musa pun mengungkapkan mengenai ecogreen aquaculture. Ini merupakan teknologi perkembangan budidaya tambak tradisional menuju tambak intensif dengan penerapan silvofishery model komplangan.
Ecogreen aquaculture dibuat melalui pendekatan pemulihan dan peningkatan daya dukung dengan sistem hibrida serta perbaikan ekosistem mangrove pendukungnya. Hal ini berujuan untuk mengendalikan dan meningkatkan produktivitas.
Berdasarkan hasil uji coba selama empat tahun atau 10 kali siklus budidaya, tambak dengan luas 1.600 meter persegi dalam setahun (2,5 siklus budi daya) mampu menghasilkan rata-rata 8.500 kilogram (kg).
Limbah budi daya setelah di-treatment juga berdampak positif terhadap pertumbuhan bandeng dan mangrovenya. Hal ini mengindikasikan ecogreen aquaculture layak untuk dikembangkan khususnya di laboratorium Perikanan Air Payau dan Laut (PAPL) Probolinggo FPIK-UB.