REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Ada sebuah sistem yang harus dipatuhi dalam kegiatan berbahasa terutama bahasa Indonesia. Lebih utamanya saat teman-teman sedang melakukan kegiatan menulis di situasi formal atau resmi.
Bahasa Indonesia mempunyai Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI). Ada banyak hal yang diatur dalam pedoman tersebut termasuk penulisan huruf miring yang tepat. Berikut ini tiga kondisi yang mengharuskan teman-teman menulis tulisan dengan huruf miring :
Dipakai untuk menuliskan judul buku, nama majalah atau surat kabar yang dikutip dalam tulisan termasuk di daftar pustaka.
Contoh:
Saya sudah membaca buku Salah Asuhan karangan Abdoel Moeis.
Berita itu muncul dalam surat kabar Republika.
Digunakan untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, atau kelompok kata dalam kalimat.
Contoh:
Huruf terakhir kata abad adalah d.
Buatlah kalimat dengan menggunakan ungkapan lepas tangan.
Dipakai untuk menuliskan kata atau ungkapan dalam bahasa daerah atau asing.
Contoh:
Ungkapan bhineka tunggal ika dijadikan semboyan negara Indonesia.
Weltanschauung bermakna 'pandangan dunia'.
Catatan:
Nama diri seperti nama orang, lembaga atau organisasi, dalam bahasa asing atau daerah tidak ditulis dengan huruf miring.
Dalam naskah tulisan tangan atau medik tik, bagian yang dicetak miring ditandai dengan garis bawah.
Kalimat atau teks berbahasa asing atau daerah yang dikutip secara langsung dalam teks berbahasa Indonesia ditulis dengan huruf miring.