Selasa 01 Feb 2022 13:47 WIB

Epidemiolog: Pembebasan Masker Belum Bisa Diterapkan di Indonesia

Indonesia akan mencapai puncak gelombang Omicron pada Februari 2022.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Fernan Rahadi
Ilustrasi Covid-19 varian Omicron
Foto: Pixabay
Ilustrasi Covid-19 varian Omicron

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pemerintah Inggris telah mengumumkan pembebasan masker kepada seluruh warganya. Pakar mengatakan, hal yang sama belum bisa dilakukan di Indonesia.

Pakar epidemiologi Universitas Airlangga (Unair) Laura Navika Yamani menyatakan, pembebasan penggunaan masker di Inggris lebih cepat dilaksanakan dibanding Indonesia karena analisis puncak Omicron telah mencapai tahap akhir di sana.

Inggris merupakan salah satu negara benua Eropa yang lebih dulu terpapar sebelum Indonesia. Sedangkan Omicron memiliki jangka waktu satu hingga dua bulan untuk mencapai puncak kasus tertinggi sejak pertama kali virus tersebut berada pada suatu negara.

“Mengenai hal itu, wajar saja jika Perdana Menteri (Inggris) mengumumkan pembebasan masker lebih cepat daripada Indonesia,” ujarnya, Selasa (1/2).

Menurut analisis dari Kementerian Kesehatan, Indonesia akan mencapai puncak gelombang Omicron pada Februari 2022. Namun demikian, kata Laura, prediksi tersebut masih butuh pemantauan lebih lanjut.

“Mengapa? Karena Omicron memiliki potensi penyebaran lebih tinggi daripada varian Delta,” kata Laura.

Laura melanjutkan, pembebasan pemakaian masker di Indonesia masih belum bisa diterapkan, karena kasus tertinggi masih belum terlaksana. Kalaupun sudah terlaksana, sangat dianjurkan untuk tetap mematuhi protokol kesehatan.

“Kecil kemungkinan tidak terdapat varian baru setelah Omicron. Sebisa mungkin kita melakukan suatu hal yang tidak merugikan,” ujarnya.

Laura sangat menyayangkan apabila pembebasan masker dan protokol kesehatan dicabut begitu saja. Bisa dilihat, varian baru ini datang dari benua menurutnya, jika protokol kesehatan dibebaskan di salah satu negara dan apesnya timbul varian baru setelah dilaksanakannya kebijakan tersebut, maka secara tidak langsung akan berdampak pada negara-negara sekitarnya.

“Jangan sampai hal ini dijadikan euphoria ketika kasusnya turun. Bisa diingat kembali bahwa Delta berasal dari Inggris karena terdapat kelonggaran protokol kesehatan sebelumnya,” kata dosen FKM tersebut.

Ia melanjutkan, cakupan vaksinasi Covid-19 Inggris terkenal sangat tinggi sebelum terjadinya gelombang Omicron. Buktinya, tetap jebol ketia datang lagi varian baru Covid-19. Artinya, gelombang varian ini tidak dapat dihindarkan. Oleh karena itu, mematuhi protokol kesehatan perlu dilaksanakan tanpa adanya pembebasan.

“Bukan berarti kita harus melaksanakan protokol ini seumur hidup, tapi akan ada saat yang lebih tepat. Toh, melaksanakan protokol kesehatan tidak ada ruginya,” ujar Laura.

Laura menambahkan, ada kalanya seluruh masyarakat mampu melewati masa pandemic tanpa kekhawatiran sedikitpun. Namun, untuk beralih ke dalam tahap tersebut, tidak ada salahnya melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan demi kenyamanan bersama.

“Meskipun begitu, setiap negara memiliki regulasinya masing-masing. Ada peraturan yang sesuai jika diterapkan di Indonesia, dan begitupula sebaliknya,” kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement