Kamis 03 Feb 2022 16:16 WIB

Pakar Ungkap Potensi Lithium di Lumpur Sidoarjo

Teknik analisis ini digunakan untuk menentukan komposisi unsur dari berbagai logam.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Fernan Rahadi
Endapan lumpur Lapindo mengering di kolam penampungan di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, Sabtu (29/5/2021). Setelah 15 tahun semburan lumpur terjadi, pembayaran ganti rugi terhadap warga yang terkena dampak dari lumpur belum seluruhnya tuntas, masih terdapat 234 berkas senilai Rp100 miliar milik korban lumpur Lapindo warga Desa Kedung Bendo Kecamatan Tanggulangin, yang belum terbayar.
Foto: ANTARA/Umarul Faruq
Endapan lumpur Lapindo mengering di kolam penampungan di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, Sabtu (29/5/2021). Setelah 15 tahun semburan lumpur terjadi, pembayaran ganti rugi terhadap warga yang terkena dampak dari lumpur belum seluruhnya tuntas, masih terdapat 234 berkas senilai Rp100 miliar milik korban lumpur Lapindo warga Desa Kedung Bendo Kecamatan Tanggulangin, yang belum terbayar.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Peneliti ldari Pusat Penelitian Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim (Puslit MKPI) ITS, Amien Widodo berpendapat, Indonesia mempunyai potensi besar dalam pengembangan industri berbasis energi hijau sebagai salah satu fokus kebijakan investasi. Dimana Indonesia memiliki pasokan bahan baku pendukung. Salah satunya kandungan lithium yang ditemukan di lumpur Sidoarjo.

Amien menerangkan, lithium adalah salah satu Critical Raw Materials (CRMs) atau material kritis. Material kritis disebutnya sulit didapatkan dan tidak memiliki pengganti, tetapi memiliki manfaat yang besar. Dosen Departemen Teknik Geofisika itu juga menyebutkan material kritis ini sangat diperlukan dalam pengembangan energi hijau. 

Amien menyebutkan salah satu kebijakan pemerintah dalam pengembangan energi hijau adalah percepatan produksi kendaraan listrik. Maka dari itu, produksi massal baterai pun dilakukan. Meskipun Indonesia memiliki 25 persen cadangan nikel dunia sebagai bahan baku pembuatan baterai, produksi baterai juga membutuhkan lithium yang sayangnya sampai saat ini masih belum ditemukan lokasi penambangan yang menjanjikan.

“Penemuan potensi kandungan lithium di lumpur Sidoarjo adalah kabar baik. Tentunya sangat luar biasa jika kita bisa memanfaatkannya,” ujarnya, Kamis (3/2).

Amien memaparkan, sebelumnya Pusat Studi Kebumian dan Bencana (sekarang Puslit MKPI) ITS telah melakukan kajian kandungan lithium yang ada dalam air lumpur Sidoarjo sejak 2016. Kajian ini dilakukan dengan adsorbsi lithium dari lumpur Sidoarjo menggunakan adsorben berbasis Lithium Mangan Oksida (LMO).

Adsorben ini memiliki struktur kristal spinel yang mampu menyerap lithium. Hasil kajian ini menunjukkan kandungan lithium dengan kadar sebesar 7 hingga 15 bagian per juta. Penelitian serupa juga dilakukan Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada 2020 menggunakan teknik Inductively Coupled Plasma – Optical Emission Spectrometry (ICP-OES).

Teknik analisis ini digunakan untuk menentukan komposisi unsur dari berbagai logam. Hasilnya, didapatkan lithium dengan kadar 99,26 sampai dengan 280,46 bagian per juta dan stronsium dengan kadar 255,44 sampai dengan 650,49 bagian per juta.

“Memang terlihat perbedaan signifikan di antara keduanya. Itu karena kami mengambil sampel berupa air lumpur, sedangkan Badan Geologi melakukan penelitian pada lumpurnya,” kata dia.

Amien menjelaskan, data yang ada saat ini masih merupakan hasil penelitian awal dan masih membutuhkan penelitian lebih lanjut. Amien juga mengungkapkan harapannya agar pihak ITS turut dilibatkan oleh Badan Geologi maupun pemerintah. "Dengan begitu kami dapat belajar banyak mengenai cara eksplorasi dan eksploitasi logam tanah jarang dan material kritis," katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement