Senin 07 Feb 2022 18:10 WIB

Aplikasi SahabatCAPD Bantu Pasien Gagal Ginjal Antisipasi Risiko Komplikasi

Pasien sulit mengenali gejala komplikasi berdampak keterlambatan penanganan.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Yusuf Assidiq
Aplikasi SahabatCAPD.
Foto: Dokumen.
Aplikasi SahabatCAPD.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya menciptakan aplikasi SahabatCAPD untuk mengantisipasi Gagal Ginjal Kronis (GGK) melalui metode Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD). Aplikasi yang diciptakan menggunakan teknologi machine learning agar dapat membantu pasien GGK mendeteksi dini risiko komplikasi serta meningkatkan monitoring.

"Metode CAPD menjadi alternatif karena pasien bisa memiliki kualitas hidup 90 persen lebih baik daripada metode terapi lainnya,” kata Ketua Tim Fiqey Indriati Eka Sari, Senin (7/2).

Fiqey menjelaskan prinsip kerja CAPD adalah dengan menyalurkan cairan dialisat steril ke rongga peritoneum melalui kateter permanen sebagai pengganti fungsi ginjal. Hal ini dilakukan secara rutin oleh pasien sebanyak tiga hingga lima kali dalam sehari.

“Karenanya, pasien dituntut memiliki disiplin dan self-monitoring yang tinggi,” ujarnya.  Namun dalam praktiknya, lanjut Fiqey, penelitian di tahun 2016 dan 2020 menunjukkan tingkat kelalaian pasien mencapai 74 persen.

Selain itu, pasien mengaku sulit mengenali gejala komplikasi yang berdampak keterlambatan penanganan. “Kondisi terkini, pasien juga kurang mem-follow up data penggantian cairan, sehingga tenaga medis kesulitan untuk mendiagnosis komplikasi lebih dini,” kata dia.

Setelah mengkaji puluhan jurnal mengenai Peritoneal Dialysis, Fiqey dan tim menemukan bahwa perubahan warna cairan buangan pasien CAPD dapat digunakan sebagai salah satu indikator awal untuk diagnosa komplikasi. Hal ini juga ditunjukkan berdasarkan tingkat kekeruhan cairan buangan pasien.

Ia menjelaskan, aplikasi SahabatCAPD memiliki tiga konsep fungsionalitas utama. Pertama, logbook sebagai pengganti buku catatan dialisis pada pasien yang lebih efektif dan sistematis dalam memberikan follow up data ke tenaga medis.

Kedua, chatbot sebagai sistem virtual assistant ketika pasien membutuhkan edukasi mengenai CAPD. Ketiga, model deteksi dini komplikasi berbasis machine learning.

Aplikasi SahabatCAPD memungkinkan pasien terhubung dengan tenaga medis, sehingga follow up data penggantian cairan akan lebih mudah dimonitoring.

Hal ini ditujukan untuk memudahkan tenaga medis mencegah komplikasi sedini mungkin. “Yang mulanya pasien harus membawa buku catatan ke rumah sakit, sekarang monitoring dapat ditinjau langsung dari jauh,” kata Fiqey.

Secara akurasi kesesuaian solusi image processing terhadap indikasi dan komplikasi, model memiliki akurasi mencapai 94,7 persen. Selain itu, SahabatCAPD juga telah diujikan kepada lima pasien GGK sesuai dengan standar System Usability Scale (SUS) dan mendapat skor 80.

“Selama tujuh hari penggunaan aplikasi, pasien secara rutin meng-update data penggantian cairan dengan lancar,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement